Mendapat kritik memang tidak enak. Telinga kita terasa panas dan lidah kita ingin segera membantah. Kalau kita punya kekuasaan yang cukup, kita ingin membungkam si pengkritik dengan cara apa pun, seperti yang digambarkan dalam film V for Vendetta.
Film ini mengisahkan tentang situasi negara Inggris di masa depan yang dipimpin oleh seorang diktator. Suatu hari sang diktator menerima kritik dari seseorang. Tak lama kemudian, sekelompok pasukan menyergap si pengkritik tersebut. Lalu nasibnya tak pernah terdengar lagi sejak saat itu.
Kritik memang tidak enak didengar. Namun kalau dikelola dengan baik, kritik dapat menjadi sesuatu yang berharga. Caranya, dengan tidak langsung bereaksi pada saat dikritik. Sebaliknya, tenangkan diri dan renungkan isi kritik itu.
Kalau memang isinya benar, berterima kasihlah kepada si pengritik dan mulailah mengubah diri kita. Kalau isi kritik itu salah, selidiki mengapa sampai orang melemparkan kritik tersebut.
Mungkin ada sesuatu yang membuat orang itu salah mengerti tentang kita. Klarifikasikan hal tersebut. Kritik yang terasa pahit bisa saja menghasilkan buah yang manis. —ALS
Kritik memang tak enak didengar, tapi perlu; sebab ia akan menunjukkan yang tidak beres. ~Winston Churchill
* * *
Sumber: e-RH, 13/8/2011
(dipersingkat)
==========
20 April 2013
19 April 2013
Taat Itu Sederhana
Seorang anak dilarang makan permen oleh orangtuanya, karena sedang batuk. Namun ketika ia melihat satu stoples permen di meja makan yang warnanya begitu menarik, ia mulai tergoda. Ada keinginan untuk mengambil dan menikmati permen itu.
Lalu ia teringat pada larangan orangtuanya. Hatinya bergumul. Ia tahu bahwa sebenarnya ia tidak boleh makan permen selama masih batuk, tetapi keinginannya untuk menikmati permen tersebut ternyata jauh lebih besar dari larangan orangtuanya. Akhirnya, ia lebih memilih keinginan hatinya.
Demikian juga dengan Hawa di taman Eden. Ia tahu bahwa buah dari pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, tidak boleh dimakan. Akan tetapi, godaan dan keinginan hatinya mengalahkan larangan tersebut.
Ia melihat bahwa buah itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, apalagi buah itu akan memberi pengertian. Sungguh buah yang menarik hati.
Dari keinginan tersebut lahirlah perbuatan yang melanggar larangan Tuhan. Sehingga jatuhlah Hawa ke dalam dosa karena ketidaktaatannya.
Sesungguhnya, ketaatan itu sederhana. Kita hanya diminta melakukan apa yang dikatakan Tuhan, tidak lebih dan tidak kurang. Namun, mengapa dalam kondisi tertentu kita sulit untuk taat?
Sebenarnya yang sulit bukan perintah atau larangannya, tetapi mengendalikan keinginan hati kita. Keinginan hati yang bertentangan dengan perintah atau larangan Tuhan, bisa membuat kita merasa berat untuk taat.
Mari terus kenali Tuhan dan segala kehendak-Nya, agar setiap keinginan hati kita makin selaras dengan kerinduan-Nya. —RY
Ketaatan itu sederhana saja: lakukan apa yang diminta Tuhan, jauhi apa yang Dia larang.
* * *
Sumber: e-RH, 10/8/2011
(diedit seperlunya)
==========
Lalu ia teringat pada larangan orangtuanya. Hatinya bergumul. Ia tahu bahwa sebenarnya ia tidak boleh makan permen selama masih batuk, tetapi keinginannya untuk menikmati permen tersebut ternyata jauh lebih besar dari larangan orangtuanya. Akhirnya, ia lebih memilih keinginan hatinya.
Demikian juga dengan Hawa di taman Eden. Ia tahu bahwa buah dari pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, tidak boleh dimakan. Akan tetapi, godaan dan keinginan hatinya mengalahkan larangan tersebut.
Ia melihat bahwa buah itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, apalagi buah itu akan memberi pengertian. Sungguh buah yang menarik hati.
Dari keinginan tersebut lahirlah perbuatan yang melanggar larangan Tuhan. Sehingga jatuhlah Hawa ke dalam dosa karena ketidaktaatannya.
Adam dan Hawa di taman Eden |
Sesungguhnya, ketaatan itu sederhana. Kita hanya diminta melakukan apa yang dikatakan Tuhan, tidak lebih dan tidak kurang. Namun, mengapa dalam kondisi tertentu kita sulit untuk taat?
Sebenarnya yang sulit bukan perintah atau larangannya, tetapi mengendalikan keinginan hati kita. Keinginan hati yang bertentangan dengan perintah atau larangan Tuhan, bisa membuat kita merasa berat untuk taat.
Mari terus kenali Tuhan dan segala kehendak-Nya, agar setiap keinginan hati kita makin selaras dengan kerinduan-Nya. —RY
Ketaatan itu sederhana saja: lakukan apa yang diminta Tuhan, jauhi apa yang Dia larang.
* * *
Sumber: e-RH, 10/8/2011
(diedit seperlunya)
==========
18 April 2013
Mendobrak Alasan
Alkisah seekor kancil menyapa siput sambil menertawakannya, "Hei lamban, mau ke mana kamu? Kau ini apa bisa berguna, berjalan cepat saja kau tak bisa!"
Kata-kata itu melukai hati siput, sehingga ia hanya diam. Karena olokannya tak dijawab, kancil terus mengulanginya. Dan, semakin sering siput mendengarnya, semakin sakit hatinya. Bahkan, ia menjadi yakin dirinya tak berguna!
Dianggap kecil dan tak berguna, bisa mengecilkan nyali. Itulah yang dirasakan oleh Gideon, saat Tuhan mengutusnya berperang menyelamatkan bangsa Israel dari tangan orang Midian (Hakim-hakim 6:11-16).
Ia mengusung kemudaannya sebagai alasan, seolah-olah Tuhan tidak melihatnya. Faktanya, kaum keluarga Gideon memang yang paling kecil di antara suku Manasye. Ditambah lagi, dirinya adalah orang paling muda dalam keluarganya.
Bagi Gideon, dua fakta ini menegaskan bahwa ia bukan siapa-siapa yang bisa berbuat banyak untuk Israel yang besar. Ah, lupakah Gideon, siapa yang memerintahkannya untuk maju?
Tuhan tentu tahu kemudaan Gideon. Ia tak mungkin lupa bahwa kaum Gideon adalah yang terkecil. Ia juga hafal orang-orang yang lebih pandai berperang dibanding Gideon.
Tetapi Tuhan memberi kemenangan kepada Gideon dan orang-orangnya, yang jumlahnya tidak sebanding dengan jumlah orang Midian.
Seperti Gideon, pernahkah kita berhadapan dengan "ketetapan Ilahi" yang tampak tidak masuk akal?
Mungkin di saat seperti itu kita ingin mengajukan berbagai alasan kepada Tuhan. Kita memaparkan ketidakmampuan dan kelelahan kita, bahkan merasa lebih kecil dibanding orang lain.
Ingatlah, Tuhan lebih tahu semuanya tentang kita! Hanya, maukah kita menyerahkan diri di tangan-Nya? —HA
Jika kita mau dipakai oleh-Nya, Tuhan dapat bekerja luar biasa melalui kita, dengan kuasa-Nya.
* * *
Sumber: e-RH, 8/8/2011
(diedit seperlunya)
==========
Kata-kata itu melukai hati siput, sehingga ia hanya diam. Karena olokannya tak dijawab, kancil terus mengulanginya. Dan, semakin sering siput mendengarnya, semakin sakit hatinya. Bahkan, ia menjadi yakin dirinya tak berguna!
Dianggap kecil dan tak berguna, bisa mengecilkan nyali. Itulah yang dirasakan oleh Gideon, saat Tuhan mengutusnya berperang menyelamatkan bangsa Israel dari tangan orang Midian (Hakim-hakim 6:11-16).
Malaikat Tuhan menemui Gideon. |
Ia mengusung kemudaannya sebagai alasan, seolah-olah Tuhan tidak melihatnya. Faktanya, kaum keluarga Gideon memang yang paling kecil di antara suku Manasye. Ditambah lagi, dirinya adalah orang paling muda dalam keluarganya.
Bagi Gideon, dua fakta ini menegaskan bahwa ia bukan siapa-siapa yang bisa berbuat banyak untuk Israel yang besar. Ah, lupakah Gideon, siapa yang memerintahkannya untuk maju?
Tuhan tentu tahu kemudaan Gideon. Ia tak mungkin lupa bahwa kaum Gideon adalah yang terkecil. Ia juga hafal orang-orang yang lebih pandai berperang dibanding Gideon.
Tetapi Tuhan memberi kemenangan kepada Gideon dan orang-orangnya, yang jumlahnya tidak sebanding dengan jumlah orang Midian.
Seperti Gideon, pernahkah kita berhadapan dengan "ketetapan Ilahi" yang tampak tidak masuk akal?
Mungkin di saat seperti itu kita ingin mengajukan berbagai alasan kepada Tuhan. Kita memaparkan ketidakmampuan dan kelelahan kita, bahkan merasa lebih kecil dibanding orang lain.
Ingatlah, Tuhan lebih tahu semuanya tentang kita! Hanya, maukah kita menyerahkan diri di tangan-Nya? —HA
Jika kita mau dipakai oleh-Nya, Tuhan dapat bekerja luar biasa melalui kita, dengan kuasa-Nya.
* * *
Sumber: e-RH, 8/8/2011
(diedit seperlunya)
==========
16 April 2013
Menunda Lima Menit
Sejarah mencatat nama Marion Jones-Thompson dalam dua hal. Pertama, prestasinya yang luar biasa dalam olahraga atletik. Ia adalah juara dunia lari 100 meter putri tahun 1997 dan 1999 dengan catatan waktu terbaik 10,70 detik.
Di Olimpiade Sydney tahun 2000, ia memenangi tiga medali emas untuk nomor lari 100 m, 200 m, dan lompat jauh putri. Di ajang itu ia juga menyumbangkan dua medali perunggu untuk nomor beregu.
Kedua, kebohongannya kepada publik menyangkut masalah dopping yang digunakannya saat Olimpiade Sydney. Atas kebohongannya tersebut, Jones harus menjalani hukuman penjara enam bulan di Texas dan medali Olimpiade Sydney-nya dicabut.
Dalam wawancara setelah keluar dari penjara Jones mengatakan, penyesalan terbesarnya adalah ketika diinterogasi oleh penyidik, ia tidak menunda lima menit.
Seandainya ia tidak tergesa-gesa memutuskan untuk berbohong dan mengambil waktu lima menit untuk berpikir, menemui pengacara dan keluarganya yang menunggu di luar ruang penyidikan, tentu tidak akan berakhir demikian.
Mengambil keputusan secara emosional dan tanpa berpikir panjang, memang bisa fatal akibatnya. Hal ini terjadi juga pada Nabi Musa.
Ia rupanya sudah begitu jengkel atas kebebalan bangsanya, sehingga kemudian dalam emosinya ia melanggar perintah Tuhan (Bilangan 20:11, bandingkan dengan ayat 8). Akibatnya Musa tidak bisa masuk ke Negeri Perjanjian.
Hari ini, sebelum memutuskan sesuatu, "tundalah lima menit". Pikirkan baik buruknya; bagi diri sendiri atau orang lain. Jangan mengikuti emosi sesaat. Supaya tak menyesal belakangan. —AYA
Jangan reaksional. Menunda barang sebentar kadang-kadang perlu.
* * *
Sumber: e-RH, 2/8/2011
(diedit seperlunya)
==========
Di Olimpiade Sydney tahun 2000, ia memenangi tiga medali emas untuk nomor lari 100 m, 200 m, dan lompat jauh putri. Di ajang itu ia juga menyumbangkan dua medali perunggu untuk nomor beregu.
Kedua, kebohongannya kepada publik menyangkut masalah dopping yang digunakannya saat Olimpiade Sydney. Atas kebohongannya tersebut, Jones harus menjalani hukuman penjara enam bulan di Texas dan medali Olimpiade Sydney-nya dicabut.
Dalam wawancara setelah keluar dari penjara Jones mengatakan, penyesalan terbesarnya adalah ketika diinterogasi oleh penyidik, ia tidak menunda lima menit.
Seandainya ia tidak tergesa-gesa memutuskan untuk berbohong dan mengambil waktu lima menit untuk berpikir, menemui pengacara dan keluarganya yang menunggu di luar ruang penyidikan, tentu tidak akan berakhir demikian.
Marion Jones-Thompson |
Mengambil keputusan secara emosional dan tanpa berpikir panjang, memang bisa fatal akibatnya. Hal ini terjadi juga pada Nabi Musa.
Ia rupanya sudah begitu jengkel atas kebebalan bangsanya, sehingga kemudian dalam emosinya ia melanggar perintah Tuhan (Bilangan 20:11, bandingkan dengan ayat 8). Akibatnya Musa tidak bisa masuk ke Negeri Perjanjian.
Musa memukul bukit batu, padahal diperintahkan agar mengatakan kepada bukit batu itu supaya mengeluarkan air – bukan memukulnya. |
Hari ini, sebelum memutuskan sesuatu, "tundalah lima menit". Pikirkan baik buruknya; bagi diri sendiri atau orang lain. Jangan mengikuti emosi sesaat. Supaya tak menyesal belakangan. —AYA
Jangan reaksional. Menunda barang sebentar kadang-kadang perlu.
* * *
Sumber: e-RH, 2/8/2011
(diedit seperlunya)
==========
13 April 2013
Broken Square
Broken square adalah sebuah game (permainan) yang dimainkan dalam kelompok, yang tidak cuma mengasyikkan dan bikin penasaran, tetapi juga memberikan insight yang berguna bagi para pemainnya.
Permainan yang dimainkan oleh kelompok terdiri dari lima orang ini memberikan tugas kepada setiap pemain untuk menyusun square (bujur sangkar) dari potongan-potongan kayu/kertas yang ada.
Para pemain hanya boleh memberikan potongan kertas/kayu kepada anggota kelompoknya, tidak boleh meminta potongan kayu/kertas milik anggota kelompok.
Permainan ini makin menggemaskan karena selama bermain, pemain tidak diperbolehkan berkomunikasi baik secara verbal maupun nonverbal.
Banyak insight yang diperoleh dari permainan ini. Salah satu yang terpenting adalah melatih kepekaan akan kebutuhan orang lain.
Kunci keberhasilan permainan ini terletak pada kepekaan pemain akan kebutuhan teman dalam kelompoknya. Seorang pemain seharusnya memberikan potongan kayu/kertas yang sesuai dengan kebutuhan anggota kelompoknya.
Di sinilah daya tarik permainan ini, sebab biasanya seorang pemain memberikan potongan kayu/kertas karena dia tidak membutuhkan potongan kayu/kertas itu.
Dengan kata lain, dia segera "menyingkirkan" potongan kayu/kertas itu, dengan cara memberikannya kepada anggota kelompok, daripada potongan tersebut menjadi penghalang bagi dirinya untuk menyusun bujur sangkarnya sendiri.
Bukankah dalam kehidupan sehari-hari sering kali kita juga melakukan hal yang sama? Kita memberikan sesuatu kepada sesama bukan karena sesama kita itu membutuhkan barang tersebut, tetapi karena kita sudah tidak lagi memerlukan barang itu, bahkan mungkin akan memenuhi rumah kita saja, atau almari kita.
Sering kali pula kita memberikan sesuatu asal saja. Bayangkan apa jadinya kalau kita memberikan kacang, bahkan marning jagung kepada seseorang yang tidak memiliki gigi alias ompong?
Tuhan memiliki kepekaan yang luar biasa terhadap kita. Dia selalu bisa melihat kebutuhan kita.
Apa kebutuhan kita saat ini? Mungkin orang lain, bahkan keluarga kita sendiri, tidak bisa melihat dan merasakannya, tetapi jangan berkecil hati sebab Tuhan bisa melihat kebutuhan kita dan akan memenuhi-Nya.
Di samping itu, kita diminta agar memiliki kepekaan untuk melihat kebutuhan orang lain sehingga kita bisa memedulikan mereka, memberikan sesuai dengan kebutuhan mereka yang pasti akan bermanfaat bagi mereka.
Kalau mau serius, upaya mengasah kepekaan ini bukanlah hal yang gampang. Tetapi, marilah kita dengan bantuan Tuhan melakukannya sebagai ungkapan syukur kita kepada Dia yang terlebih dahulu memedulikan kita.
Sudahkah aku memiliki kepekaan terhadap kebutuhan orang lain di sekitarku?
* * *
Penulis: Liana Poedjihastuti | KristusHidup.org, 12/4/2013
(diedit seperlunya)
==========
Permainan yang dimainkan oleh kelompok terdiri dari lima orang ini memberikan tugas kepada setiap pemain untuk menyusun square (bujur sangkar) dari potongan-potongan kayu/kertas yang ada.
Para pemain hanya boleh memberikan potongan kertas/kayu kepada anggota kelompoknya, tidak boleh meminta potongan kayu/kertas milik anggota kelompok.
Permainan ini makin menggemaskan karena selama bermain, pemain tidak diperbolehkan berkomunikasi baik secara verbal maupun nonverbal.
Banyak insight yang diperoleh dari permainan ini. Salah satu yang terpenting adalah melatih kepekaan akan kebutuhan orang lain.
Kunci keberhasilan permainan ini terletak pada kepekaan pemain akan kebutuhan teman dalam kelompoknya. Seorang pemain seharusnya memberikan potongan kayu/kertas yang sesuai dengan kebutuhan anggota kelompoknya.
Di sinilah daya tarik permainan ini, sebab biasanya seorang pemain memberikan potongan kayu/kertas karena dia tidak membutuhkan potongan kayu/kertas itu.
Dengan kata lain, dia segera "menyingkirkan" potongan kayu/kertas itu, dengan cara memberikannya kepada anggota kelompok, daripada potongan tersebut menjadi penghalang bagi dirinya untuk menyusun bujur sangkarnya sendiri.
Bukankah dalam kehidupan sehari-hari sering kali kita juga melakukan hal yang sama? Kita memberikan sesuatu kepada sesama bukan karena sesama kita itu membutuhkan barang tersebut, tetapi karena kita sudah tidak lagi memerlukan barang itu, bahkan mungkin akan memenuhi rumah kita saja, atau almari kita.
Sering kali pula kita memberikan sesuatu asal saja. Bayangkan apa jadinya kalau kita memberikan kacang, bahkan marning jagung kepada seseorang yang tidak memiliki gigi alias ompong?
Tuhan memiliki kepekaan yang luar biasa terhadap kita. Dia selalu bisa melihat kebutuhan kita.
Apa kebutuhan kita saat ini? Mungkin orang lain, bahkan keluarga kita sendiri, tidak bisa melihat dan merasakannya, tetapi jangan berkecil hati sebab Tuhan bisa melihat kebutuhan kita dan akan memenuhi-Nya.
Di samping itu, kita diminta agar memiliki kepekaan untuk melihat kebutuhan orang lain sehingga kita bisa memedulikan mereka, memberikan sesuai dengan kebutuhan mereka yang pasti akan bermanfaat bagi mereka.
Kalau mau serius, upaya mengasah kepekaan ini bukanlah hal yang gampang. Tetapi, marilah kita dengan bantuan Tuhan melakukannya sebagai ungkapan syukur kita kepada Dia yang terlebih dahulu memedulikan kita.
Sudahkah aku memiliki kepekaan terhadap kebutuhan orang lain di sekitarku?
* * *
Penulis: Liana Poedjihastuti | KristusHidup.org, 12/4/2013
(diedit seperlunya)
==========
12 April 2013
Waspadai Kedua Sisi
Bisnis Pak Rudy sedang guncang. Truk angkutan miliknya mengalami kecelakaan. Ia baru saja kehilangan ibunda tercinta. Penyakit kencing manisnya kambuh. "Semua ini cobaan buat saya," begitu katanya.
Namun, sesungguhnya cobaan tak hanya berkaitan dengan kesusahan. Sebaliknya, situasi menyenangkan juga bisa jadi sasaran empuk cobaan. Salah satu contohnya adalah seperti yang dialami oleh (Nabi) Yusuf.
Keberhasilan Yusuf di rumah Potifar berkat penyertaan Tuhan sungguh mengagumkan. Kepercayaan yang diterimanya kian besar. Di kalangan pekerja di rumah itu, ia beranjak dari tingkat paling rendah sampai ke puncak.
Wewenangnya untuk mengurus segala sesuatu begitu besar, hingga secara dramatis dilukiskan bahwa tuannya itu "tidak usah lagi mengatur apa-apa selain dari makanannya sendiri."
Dipandang dari segi karier, Yusuf sedang berada di puncak. Kondisi itu disempurnakan oleh penampilannya yang memikat: "manis sikapnya dan elok parasnya." Di saat seperti itulah cobaan datang. Istri majikannya melancarkan rayuan.
Dalam arti tertentu, cobaan di puncak keberhasilan malah lebih berbahaya. Banyak umat Tuhan terjatuh saat menapaki puncak kesuksesan. Tak tahan menanggung buaian kenikmatan.
Ketika masih sengsara ditanggung bersama istri tercinta, tetapi ketika jaya lupa diri dan mengkhianati istri setianya. Ketika krisis rajin beribadah, tetapi menghilang tatkala krisis berlalu. Menyalahgunakan jabatan justru dilakukan ketika kepercayaan yang diberikan makin besar.
Cobaan bisa datang dari dua sisi: ketika kita sedang menderita dan ketika sedang senang. Kita perlu berhati-hati. Libatkan Tuhan dalam melawan cobaan, sebab Dia sumber kemenangan. —PAD
Mintalah kekuatan dari Tuhan untuk menanggung cobaan, baik pada waktu susah maupun pada waktu senang.
NB: Cobaan = sesuatu yang dipakai untuk menguji (ketabahan, iman, dsb). ~Kamus Besar Bahasa Indonesia~
* * *
Sumber: e-RH, 21/7/2011
(diedit seperlunya)
==========
Namun, sesungguhnya cobaan tak hanya berkaitan dengan kesusahan. Sebaliknya, situasi menyenangkan juga bisa jadi sasaran empuk cobaan. Salah satu contohnya adalah seperti yang dialami oleh (Nabi) Yusuf.
Keberhasilan Yusuf di rumah Potifar berkat penyertaan Tuhan sungguh mengagumkan. Kepercayaan yang diterimanya kian besar. Di kalangan pekerja di rumah itu, ia beranjak dari tingkat paling rendah sampai ke puncak.
Wewenangnya untuk mengurus segala sesuatu begitu besar, hingga secara dramatis dilukiskan bahwa tuannya itu "tidak usah lagi mengatur apa-apa selain dari makanannya sendiri."
Dipandang dari segi karier, Yusuf sedang berada di puncak. Kondisi itu disempurnakan oleh penampilannya yang memikat: "manis sikapnya dan elok parasnya." Di saat seperti itulah cobaan datang. Istri majikannya melancarkan rayuan.
Yusuf dirayu oleh istri Potifar. |
Dalam arti tertentu, cobaan di puncak keberhasilan malah lebih berbahaya. Banyak umat Tuhan terjatuh saat menapaki puncak kesuksesan. Tak tahan menanggung buaian kenikmatan.
Ketika masih sengsara ditanggung bersama istri tercinta, tetapi ketika jaya lupa diri dan mengkhianati istri setianya. Ketika krisis rajin beribadah, tetapi menghilang tatkala krisis berlalu. Menyalahgunakan jabatan justru dilakukan ketika kepercayaan yang diberikan makin besar.
Cobaan bisa datang dari dua sisi: ketika kita sedang menderita dan ketika sedang senang. Kita perlu berhati-hati. Libatkan Tuhan dalam melawan cobaan, sebab Dia sumber kemenangan. —PAD
Mintalah kekuatan dari Tuhan untuk menanggung cobaan, baik pada waktu susah maupun pada waktu senang.
NB: Cobaan = sesuatu yang dipakai untuk menguji (ketabahan, iman, dsb). ~Kamus Besar Bahasa Indonesia~
* * *
Sumber: e-RH, 21/7/2011
(diedit seperlunya)
==========
11 April 2013
Amarah Kepiting
Ketika air laut sedang surut, banyak anak menangkap kepiting kecil di tepi Pantai Belawan, Sumatra Utara.
Anak-anak itu memegang setangkai kayu pendek dengan seutas tali pancing pendek. Sebuah batu atau kayu yang sangat kecil diikatkan di ujung tali pancing. Mereka menyentuhkannya pada kepiting yang sedang mengintip dari rongga-rongga pasir yang kering.
Biasanya kepiting itu akan marah, lalu menjepit batu atau kayu kecil itu. Itulah saat yang ditunggu anak-anak itu. Mereka akan menarik kayunya dan memasukkan kepiting ke dalam ember atau wadah penampung lainnya.
Kepiting itu akan menjadi mainan mereka atau kemudian dijual seharga Rp500 kepada anak lain. Amarah telah mencelakakan si kepiting.
Banyak hal yang dapat memancing amarah kita dan menguras persediaan kesabaran kita. Namun, kemarahan sering kali membuat seseorang bertindak dengan tidak bijaksana.
Ketika kita marah, emosi negatif akan mendominasi perasaan kita dan menuntut pelampiasan yang sepadan. Ketika melampiaskannya, mungkin kita merasakan kepuasan sesaat, namun setelah itu kita dirundung oleh penyesalan dan rasa bersalah. Kadang-kadang, amarah bahkan bisa mencelakakan kita.
Untuk dapat meredam amarah, kita perlu melatih dan memelihara kesabaran. Bukan berarti kita tidak boleh marah, namun emosi kita semestinya tidak lekas terpancing.
Kita juga perlu belajar untuk marah pada saat yang tepat dan memberikan respons dengan cara yang benar, sehingga kita tidak perlu menyesalinya kemudian.
Akan selalu ada perkara yang memancing kemarahan kita, namun kita dapat memilih untuk tidak menanggapinya.
* * *
Penulis: Hembang Tambun | e-RH, 11/4/2013
(diedit seperlunya)
==========
Anak-anak itu memegang setangkai kayu pendek dengan seutas tali pancing pendek. Sebuah batu atau kayu yang sangat kecil diikatkan di ujung tali pancing. Mereka menyentuhkannya pada kepiting yang sedang mengintip dari rongga-rongga pasir yang kering.
Biasanya kepiting itu akan marah, lalu menjepit batu atau kayu kecil itu. Itulah saat yang ditunggu anak-anak itu. Mereka akan menarik kayunya dan memasukkan kepiting ke dalam ember atau wadah penampung lainnya.
Kepiting itu akan menjadi mainan mereka atau kemudian dijual seharga Rp500 kepada anak lain. Amarah telah mencelakakan si kepiting.
Banyak hal yang dapat memancing amarah kita dan menguras persediaan kesabaran kita. Namun, kemarahan sering kali membuat seseorang bertindak dengan tidak bijaksana.
Ketika kita marah, emosi negatif akan mendominasi perasaan kita dan menuntut pelampiasan yang sepadan. Ketika melampiaskannya, mungkin kita merasakan kepuasan sesaat, namun setelah itu kita dirundung oleh penyesalan dan rasa bersalah. Kadang-kadang, amarah bahkan bisa mencelakakan kita.
Untuk dapat meredam amarah, kita perlu melatih dan memelihara kesabaran. Bukan berarti kita tidak boleh marah, namun emosi kita semestinya tidak lekas terpancing.
Kita juga perlu belajar untuk marah pada saat yang tepat dan memberikan respons dengan cara yang benar, sehingga kita tidak perlu menyesalinya kemudian.
Akan selalu ada perkara yang memancing kemarahan kita, namun kita dapat memilih untuk tidak menanggapinya.
* * *
Penulis: Hembang Tambun | e-RH, 11/4/2013
(diedit seperlunya)
==========
10 April 2013
Kedewasaan
Banyak hal positif yang dapat kita pelajari dari sifat-sifat seorang anak kecil. Misalnya ketulusan dan kepolosan hatinya. Juga sifat mudah melupakan kesalahan orang lain, tidak mendendam, dan mudah memaafkan.
Namun, ada juga beberapa sifat kanak-kanak yang tidak boleh terus kita bawa tatkala kita sudah menjadi dewasa. Misalnya saja keegoisan, dan sifat mudah menangis apabila keinginan tidak tercapai.
Sebuah nasihat bijak mengatakan bahwa ketika kita sudah menjadi dewasa, maka kita harus menanggalkan sifat kanak-kanak kita. Sifat kanak-kanak seperti apa yang harus ditanggalkan? Antara lain yang bertentangan dengan karakter kasih.
Jadi, apabila kasih itu sabar maka ketidaksabaran adalah sifat kanak-kanak yang harus kita buang. Apabila kasih itu tidak sombong maka kesombongan adalah sifat kanak-kanak yang harus kita lepaskan. Apabila kasih itu murah hati maka sikap pelit adalah sifat kanak-kanak yang harus kita tinggalkan.
Proses menanggalkan sifat kanak-kanak adalah proses yang akan terus berlangsung seumur hidup.
Kedewasaan rohani tidak selalu sejalan dengan bertambahnya usia. Oleh sebab itu, kita harus selalu memeriksa diri dan juga mau mendengar masukan orang lain di bagian mana kita belum mengalami kedewasaan.
Dengan demikian, kita terus mengusahakan pertumbuhan rohani kita agar makin hari menjadi makin dewasa oleh pembentukan Tuhan.
Satu demi satu kita menanggalkan sifat kanak-kanak yang masih melekat, dan meminta Tuhan menolong kita agar diubahkan serta diproses menjadi makin dewasa. (RY)
Tanggalkan sifat kekanak-kanakan, gantikan dengan kedewasaan.
* * *
Sumber: e-RH, 18/7/2011 (diedit seperlunya)
==========
Namun, ada juga beberapa sifat kanak-kanak yang tidak boleh terus kita bawa tatkala kita sudah menjadi dewasa. Misalnya saja keegoisan, dan sifat mudah menangis apabila keinginan tidak tercapai.
Sebuah nasihat bijak mengatakan bahwa ketika kita sudah menjadi dewasa, maka kita harus menanggalkan sifat kanak-kanak kita. Sifat kanak-kanak seperti apa yang harus ditanggalkan? Antara lain yang bertentangan dengan karakter kasih.
Jadi, apabila kasih itu sabar maka ketidaksabaran adalah sifat kanak-kanak yang harus kita buang. Apabila kasih itu tidak sombong maka kesombongan adalah sifat kanak-kanak yang harus kita lepaskan. Apabila kasih itu murah hati maka sikap pelit adalah sifat kanak-kanak yang harus kita tinggalkan.
Proses menanggalkan sifat kanak-kanak adalah proses yang akan terus berlangsung seumur hidup.
Kedewasaan rohani tidak selalu sejalan dengan bertambahnya usia. Oleh sebab itu, kita harus selalu memeriksa diri dan juga mau mendengar masukan orang lain di bagian mana kita belum mengalami kedewasaan.
Dengan demikian, kita terus mengusahakan pertumbuhan rohani kita agar makin hari menjadi makin dewasa oleh pembentukan Tuhan.
Satu demi satu kita menanggalkan sifat kanak-kanak yang masih melekat, dan meminta Tuhan menolong kita agar diubahkan serta diproses menjadi makin dewasa. (RY)
Tanggalkan sifat kekanak-kanakan, gantikan dengan kedewasaan.
* * *
Sumber: e-RH, 18/7/2011 (diedit seperlunya)
==========
08 April 2013
Yang Kecil Saja
Dua orang ibu tinggal di dekat pelabuhan. Setiap pagi mereka menyiapkan minuman hangat untuk para nelayan yang baru pulang melaut. Sebagai gantinya, mereka akan diberi beberapa ikan hasil tangkapan.
Ibu yang pertama selalu berterima kasih setiap kali diberi ikan kecil maupun besar. Lain halnya dengan ibu kedua. Ia selalu panik jika diberi ikan besar. Katanya, "Maaf, bolehkah saya minta yang kecil saja?"
Suatu saat, karena bingung melihat kebiasaan temannya itu, ibu pertama bertanya kepada ibu kedua, "Mengapa engkau selalu menolak diberi ikan besar?"
Dengan tenang ibu itu menjawab, "Karena saya tak punya wajan yang cukup besar untuk memasaknya." Ibu pertama tak dapat menahan tawanya, "Bukankah engkau bisa memakai pisau dan memotong-motongnya?"
Seperti dua ibu itu, setiap saat kita juga diperhadapkan pada hal-hal kecil dan besar, bahkan hal yang sangat besar; hal-hal yang datang dalam bentuk yang menyenangkan, juga yang tidak.
Kita tetap harus menghargai hal-hal kecil. Namun, kita juga jangan menolak impian, pekerjaan, dan pelayanan yang Tuhan percayakan hanya karena kita melihat semua itu terlalu besar, sedangkan hati kita tidak cukup luas atau iman kita terlalu kecil untuk menerima berkat-Nya.
Bukan saatnya lagi "minta yang kecil saja", karena yang kita perlukan adalah kerja ekstra dan keyakinan bahwa segala hal, seberapa pun ukurannya, dapat kita tanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepada kita. —SL
Hal kecil dan besar dapat saya tanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepada saya!
* * *
Sumber: e-RH, 15/7/2011 (diedit seperlunya)
==========
Ibu yang pertama selalu berterima kasih setiap kali diberi ikan kecil maupun besar. Lain halnya dengan ibu kedua. Ia selalu panik jika diberi ikan besar. Katanya, "Maaf, bolehkah saya minta yang kecil saja?"
Suatu saat, karena bingung melihat kebiasaan temannya itu, ibu pertama bertanya kepada ibu kedua, "Mengapa engkau selalu menolak diberi ikan besar?"
Dengan tenang ibu itu menjawab, "Karena saya tak punya wajan yang cukup besar untuk memasaknya." Ibu pertama tak dapat menahan tawanya, "Bukankah engkau bisa memakai pisau dan memotong-motongnya?"
Seperti dua ibu itu, setiap saat kita juga diperhadapkan pada hal-hal kecil dan besar, bahkan hal yang sangat besar; hal-hal yang datang dalam bentuk yang menyenangkan, juga yang tidak.
Kita tetap harus menghargai hal-hal kecil. Namun, kita juga jangan menolak impian, pekerjaan, dan pelayanan yang Tuhan percayakan hanya karena kita melihat semua itu terlalu besar, sedangkan hati kita tidak cukup luas atau iman kita terlalu kecil untuk menerima berkat-Nya.
Bukan saatnya lagi "minta yang kecil saja", karena yang kita perlukan adalah kerja ekstra dan keyakinan bahwa segala hal, seberapa pun ukurannya, dapat kita tanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepada kita. —SL
Hal kecil dan besar dapat saya tanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepada saya!
* * *
Sumber: e-RH, 15/7/2011 (diedit seperlunya)
==========
04 April 2013
Tidak Mencari “Kambing Hitam”
Secara mengejutkan direktur CIA, David Petraeus, mengundurkan diri setelah 14 bulan menjabat. Padahal selama ini Petraeus dikenal sebagai jenderal yang bersih dan disegani. Ia sukses memimpin misi Amerika Serikat di Irak dan Afganistan.
Namun apa mau dikata? Petraeus terlibat perselingkuhan dengan penulis biografinya yang juga adalah seorang jurnalis, Paula Broadwell.
Sebagai seorang jenderal dan pejabat CIA, urusan perselingkuhan bukan hal main-main, sehingga ia memutuskan untuk mundur dari jabatannya.
Petraeus berani secara terbuka mengakui kesalahannya. Ia tidak sibuk mencari pembenaran dan minta dimaklumi atas perselingkuhannya, apalagi mencari “kambing hitam” demi melindungi dirinya.
Mencari “kambing hitam” sudah dilakukan manusia sejak zaman dahulu. Ketika Adam dan Hawa melanggar perintah Tuhan, mereka tidak berani mengakui kesalahan di hadapan Tuhan. Keduanya mencari “kambing hitam” untuk menutupi kesalahan mereka.
Adam menimpakan kesalahan kepada Hawa, begitu pula Hawa langsung melempar kesalahan kepada ular. Mereka tidak mau bertanggung jawab atas perbuatan mereka. Mereka ingin bebas dan cari aman sendiri.
Penyakit “Mencari Kambing Hitam” masih menjangkiti manusia sampai sekarang. Sering terjadi pada para penguasa, karena mereka memiliki beberapa anak buah untuk dijadikan “kambing hitam”. Sedangkan pada sesama pekerja, hal ini bisa terjadi dengan mencari rekan kerja lainnya untuk dijadikan “kambing hitam”.
Sikap menyalahkan orang lain adalah sifat yang egois, karena tidak mau mengakui kesalahan, meskipun sudah jelas kesalahannya diketahui orang. Sikap ini juga menandakan bahwa orang tersebut tidak bersedia belajar dari kesalahannya.
Tuhan menghendaki kita umat-Nya menjadi orang yang berjiwa besar, berani bertanggung jawab terhadap segala perkataan dan perbuatan kita, termasuk di dalamnya berani mengakui kesalahan.
Melakukan kesalahan memang memalukan. Namun lebih memalukan kalau tidak berani mengakui kesalahan.
* * *
Penulis: Pdt. Wiji Astuti | KristusHidup.org, 3/4/2013
(diedit seperlunya)
==========
Namun apa mau dikata? Petraeus terlibat perselingkuhan dengan penulis biografinya yang juga adalah seorang jurnalis, Paula Broadwell.
Sebagai seorang jenderal dan pejabat CIA, urusan perselingkuhan bukan hal main-main, sehingga ia memutuskan untuk mundur dari jabatannya.
Petraeus berani secara terbuka mengakui kesalahannya. Ia tidak sibuk mencari pembenaran dan minta dimaklumi atas perselingkuhannya, apalagi mencari “kambing hitam” demi melindungi dirinya.
KIRI KE KANAN: Jenderal David Petraeus, istrinya Holly Petraeus, dan kekasihnya Paula Broadwell. |
Mencari “kambing hitam” sudah dilakukan manusia sejak zaman dahulu. Ketika Adam dan Hawa melanggar perintah Tuhan, mereka tidak berani mengakui kesalahan di hadapan Tuhan. Keduanya mencari “kambing hitam” untuk menutupi kesalahan mereka.
Adam menimpakan kesalahan kepada Hawa, begitu pula Hawa langsung melempar kesalahan kepada ular. Mereka tidak mau bertanggung jawab atas perbuatan mereka. Mereka ingin bebas dan cari aman sendiri.
Penyakit “Mencari Kambing Hitam” masih menjangkiti manusia sampai sekarang. Sering terjadi pada para penguasa, karena mereka memiliki beberapa anak buah untuk dijadikan “kambing hitam”. Sedangkan pada sesama pekerja, hal ini bisa terjadi dengan mencari rekan kerja lainnya untuk dijadikan “kambing hitam”.
Sikap menyalahkan orang lain adalah sifat yang egois, karena tidak mau mengakui kesalahan, meskipun sudah jelas kesalahannya diketahui orang. Sikap ini juga menandakan bahwa orang tersebut tidak bersedia belajar dari kesalahannya.
Tuhan menghendaki kita umat-Nya menjadi orang yang berjiwa besar, berani bertanggung jawab terhadap segala perkataan dan perbuatan kita, termasuk di dalamnya berani mengakui kesalahan.
Melakukan kesalahan memang memalukan. Namun lebih memalukan kalau tidak berani mengakui kesalahan.
* * *
Penulis: Pdt. Wiji Astuti | KristusHidup.org, 3/4/2013
(diedit seperlunya)
==========
03 April 2013
Fokus ke Depan
Ketika kita mengemudi kendaraan, pandangan kita terutama terfokus pada hal-hal yang ada di depan kita. Kita memerhatikan kendaraan lain yang melintas, jalan yang mungkin berlubang, juga manusia atau hewan yang bisa saja tiba-tiba menyeberang.
Sesekali saja kita harus menengok ke kaca spion untuk memastikan tidak ada kendaraan yang sedang mengejar kita karena suatu keperluan, atau barangkali ada kendaraan yang ingin mendahului kita pada saat kita ingin berbelok.
Demikian juga dengan cara kita menjalani hidup. Sebaiknya kita mengarahkan pandangan ke depan, berfokus pada apa yang menjadi cita-cita kita pada masa yang akan datang disertai rasa optimistis, doa, dan kerja keras.
Masa lalu —rentetan kejadian yang sudah tidak bisa diubah lagi— kita gunakan sebagai pelajaran untuk menyongsong masa depan. Masa lalu adalah sejarah yang memberi kita pengalaman berharga agar kita lebih bijaksana dan hati-hati pada masa kini dan nanti.
Kita semua memiliki masa lalu. Ada yang gemilang sehingga orang seakan ingin terus memeluknya. Ada pula yang menimbulkan trauma sehingga orang terus dihantui oleh bayangan buruk.
Kedua sikap itu sama-sama tidak sehat. Entah baik entah buruk, kita perlu belajar melepaskan masa lalu, agar kita dapat melanjutkan hidup dengan cara yang bermakna dan meraih pencapaian yang maksimal.
Mari kita mengarahkan pandangan ke masa depan dan menjadikan masa lalu sebagai acuan untuk menjadi orang yang lebih baik pada masa kini dan nanti.
Masa lalu seharusnya menjadi pendorong untuk maju, bukannya beban yang membuat langkah kita tertahan.
* * *
Penulis: Riris Ernaeni | e-RH, 3/4/2013
(diedit seperlunya)
==========
Sesekali saja kita harus menengok ke kaca spion untuk memastikan tidak ada kendaraan yang sedang mengejar kita karena suatu keperluan, atau barangkali ada kendaraan yang ingin mendahului kita pada saat kita ingin berbelok.
Demikian juga dengan cara kita menjalani hidup. Sebaiknya kita mengarahkan pandangan ke depan, berfokus pada apa yang menjadi cita-cita kita pada masa yang akan datang disertai rasa optimistis, doa, dan kerja keras.
Masa lalu —rentetan kejadian yang sudah tidak bisa diubah lagi— kita gunakan sebagai pelajaran untuk menyongsong masa depan. Masa lalu adalah sejarah yang memberi kita pengalaman berharga agar kita lebih bijaksana dan hati-hati pada masa kini dan nanti.
Kita semua memiliki masa lalu. Ada yang gemilang sehingga orang seakan ingin terus memeluknya. Ada pula yang menimbulkan trauma sehingga orang terus dihantui oleh bayangan buruk.
Kedua sikap itu sama-sama tidak sehat. Entah baik entah buruk, kita perlu belajar melepaskan masa lalu, agar kita dapat melanjutkan hidup dengan cara yang bermakna dan meraih pencapaian yang maksimal.
Mari kita mengarahkan pandangan ke masa depan dan menjadikan masa lalu sebagai acuan untuk menjadi orang yang lebih baik pada masa kini dan nanti.
Masa lalu seharusnya menjadi pendorong untuk maju, bukannya beban yang membuat langkah kita tertahan.
* * *
Penulis: Riris Ernaeni | e-RH, 3/4/2013
(diedit seperlunya)
==========
02 April 2013
Gara-gara Cinta
Seorang anak bertengkar dengan orangtuanya karena cintanya tidak disetujui. Seorang perempuan menyakiti perempuan lain yang lebih dipilih oleh pemuda yang sudah menolaknya. Seorang pemuda bertindak kalap karena cintanya diduakan. Pendidikan dan pekerjaan terbengkalai karena sibuk mengurusi cinta. Sebuah rumah tangga hancur karena ada cinta yang lain. Rahasia jabatan dipertaruhkan karena rayuan cinta. Iman pun terkadang dikorbankan atas nama cinta.
Dalam Perjanjian Lama ada kisah Simson, seorang yang gagah perkasa. Ketika Simson lahir, orang Israel sedang jatuh ke tangan orang Filistin selama empat puluh tahun.
Simson kerap memperdaya orang Filistin hingga membuat mereka marah. Orang Filistin ingin menangkap Simson, tetapi ia terlalu kuat. Maka, mereka berusaha mencari kelemahan Simson, yakni ia menyukai perempuan Filistin.
Simson bisa diperdaya oleh perempuan yang ia cintai. Perempuan yang pertama berhasil mendapat jawaban atas teka-tekinya.
Perempuan yang kedua, Delila, berhasil membujuk Simson untuk membuka rahasia kekuatannya. Orang Filistin akhirnya berhasil menangkap Simson. Mereka mencungkil kedua matanya dan membelenggunya.
Cinta adalah anugerah Tuhan bagi manusia. Sebagai anugerah, cinta seharusnya menuntun manusia untuk saling melengkapi dalam menyatakan kemuliaan dan kasih Tuhan yang agung.
Cinta seharusnya tidak buta dan tidak membutakan seseorang dalam menjalani hidup, tetapi memampukannya membangun hidup yang berkualitas dan berbuah.
Belajarlah dari kisah Simson. Jangan sampai gara-gara cinta, kita hanyut dalam berbagai hal buruk. —SL
Cinta seharusnya memperlengkapi manusia untuk membangun hidup yang berkualitas dan berbuah.
* * *
Sumber: e-RH, 9/7/2011 (diedit seperlunya)
==========
Dalam Perjanjian Lama ada kisah Simson, seorang yang gagah perkasa. Ketika Simson lahir, orang Israel sedang jatuh ke tangan orang Filistin selama empat puluh tahun.
Simson kerap memperdaya orang Filistin hingga membuat mereka marah. Orang Filistin ingin menangkap Simson, tetapi ia terlalu kuat. Maka, mereka berusaha mencari kelemahan Simson, yakni ia menyukai perempuan Filistin.
Simson |
Simson bisa diperdaya oleh perempuan yang ia cintai. Perempuan yang pertama berhasil mendapat jawaban atas teka-tekinya.
Perempuan yang kedua, Delila, berhasil membujuk Simson untuk membuka rahasia kekuatannya. Orang Filistin akhirnya berhasil menangkap Simson. Mereka mencungkil kedua matanya dan membelenggunya.
Simson dan Delila |
Cinta adalah anugerah Tuhan bagi manusia. Sebagai anugerah, cinta seharusnya menuntun manusia untuk saling melengkapi dalam menyatakan kemuliaan dan kasih Tuhan yang agung.
Cinta seharusnya tidak buta dan tidak membutakan seseorang dalam menjalani hidup, tetapi memampukannya membangun hidup yang berkualitas dan berbuah.
Belajarlah dari kisah Simson. Jangan sampai gara-gara cinta, kita hanyut dalam berbagai hal buruk. —SL
Cinta seharusnya memperlengkapi manusia untuk membangun hidup yang berkualitas dan berbuah.
* * *
Sumber: e-RH, 9/7/2011 (diedit seperlunya)
==========
Langganan:
Postingan (Atom)