Pensil, benda yang satu ini tentu tak asing bagi kita. Barangkali saat ini kita tak lagi atau jarang menggunakannya dibandingkan sewaktu kita di Sekolah Dasar dulu.
Tetapi tak sedikit pula di antara kita yang, justru karena tuntutan pekerjaan, lebih sering menggunakannya. Pensil memang sebuah alat tulis, tetapi kita bisa menarik pelajaran darinya.
Pertama, jika yang kita tulis salah, maka dengan mudah kita bisa menghapusnya dengan karet penghapus.
Demikian pula ketika kita menyusun rencana-rencana hidup kita, “gunakanlah pensil, jangan pena”. Artinya, kita mengizinkan Tuhan menghapus rencana-rencana kita yang tidak sesuai dengan kehendak-Nya.
Kedua, pensil harus diruncingkan bila telah tumpul. Dalam hidup ini terkadang kita harus “diruncingkan” supaya tetap dapat berguna untuk Tuhan dan sesama.
Tentu saja proses peruncingan ini menimbulkan rasa tak nyaman, bahkan sakit. Mungkin bentuk peruncingan itu berupa masalah, kesulitan, penderitaan, dan lain-lain.
Ketiga, pensil bisa berada di tangan orang lain untuk dipergunakannya. Kita juga bisa digunakan oleh orang lain, sehingga bermanfaat baginya.
Keempat, pensil diharapkan akan meninggalkan guratan-guratan bekas atau jejak. Teladan hidup apa yang telah kita tinggalkan atau wariskan untuk dikenang?
Kini kita sampai di penghujung tahun 2012. Saat yang baik bagi kita untuk merenung, sejenak menengok ke belakang pada hari-hari yang telah kita lewati dan bertanya.
Rencana mana yang telah terlaksana dan mana yang belum? Apakah kita membiarkan Tuhan turut campur dalam rencana kita? Bukankah kita acapkali begitu keras kepala mempertahankan keinginan, rencana, dan kehendak kita sendiri?
Kita merasa sudah benar, sudah tepat, bahkan paling benar dan tepat. Kita berdoa rencana itu harus berhasil. Padahal mungkin rencana kita tidak sesuai dengan kehendak-Nya, dan bukan yang terbaik untuk kita.
Apakah dalam tahun ini kita mengalami banyak masalah, kesulitan, dan penderitaan? Apakah semua itu diizinkan Tuhan untuk lebih “meruncingkan”, membuat diri kita berguna?
Bagaimana kita menyikapi semua masalah itu? Firman Tuhan yang merupakan penghiburan bagi kita adalah: “Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.”
Apakah kita telah menjadi “alat” di tangan orang lain untuk membantunya, untuk menjadi berkat baginya? Dan apakah kita telah meninggalkan jejak-jejak atau teladan baik yang akan dikenang? —Liana Poedjihastuti
* * *
Sumber: KristusHidup.org, 31/12/2012 (diedit seperlunya)
==========