Seorang ibu menemukan sebutir telur, lalu ia memanggil ketiga anaknya, dan mengatakan kepada mereka, “Anak-anakku, mulai sekarang kita tidak perlu lagi mengkhawatirkan apa pun. Lihatlah, ibu telah menemukan sebutir telur... dan inilah yang akan kita lakukan.”
Si kecil menyela, “Hore! kita akan makan telur.” Segera ibu itu berucap, “O, tidak... tidak, kita tidak akan memakan telur ini, tetapi kita akan mengeramkannya dengan ayam tetangga dan membiarkannya menetas menjadi seekor anak ayam. Kita juga tidak akan memakan anak ayam itu. Kita biarkan ia bertumbuh, bertelur, dan menetas, maka kita akan memiliki banyak ayam dan telur.”
“Jadi, kita bisa makan ayam kan bu?” tanya salah seorang anaknya. “Tidak juga,” jawab si ibu bersemangat, “Kita akan menjualnya. Hasil penjualan itu akan kita gunakan untuk membeli seekor anak sapi. Kita akan memeliharanya. Dan sapi itu akan beranak banyak dan kita akan segera memiliki kawanan sapi. Kita akan menjual sapi-sapi itu dan membeli sebuah ladang... demikian kita akan terus membeli... dan... menjual.” Si ibu berbicara dengan begitu bersemangat, sehingga telur itu terlepas dari tangannya dan jatuh ke lantai... pecah!
Bagaimana perasaan si ibu dan anak-anaknya ketika mendapati telur itu pecah? Willi Hoffsuemmer tidak menceritakannya. Tetapi Hoffsuemmer menyimpulkan, bahwa rencana hidup sering kali terjadi seperti itu: orang membuat banyak rencana dan janji muluk-muluk yang bahkan tidak dapat bertahan sampai hari berikutnya. Mereka seperti telur yang jatuh dan hancur itu. Menyedihkan bukan?
Apakah rencana hidup yang pernah kita canangkan telah kita realisasikan? Ataukah rencana tetap tinggal rencana? Mengapa kita belum merealisasikan rencana kita? Tergoda untuk menundanya? Malas?
Alangkah baiknya jika kita mengevaluasi apa yang sudah dan belum kita lakukan sesuai komitmen kita, agar kita bisa maju, meski perlahan-lahan, tetapi pasti. —Liana Poedjihastuti
* * *
Sumber: KristusHidup.com, 31/1/12 (diedit seperlunya)
Judul asli: Niat Tahun Baru
==========