Mungkin Anda pernah memerhatikan ketika sedang berada di kantor pelayanan publik, selalu saja ada tipe pekerja yang melakukan pekerjaannya dengan wajah datar tanpa ekspresi, tidak ramah, jauh dari menyenangkan. Mereka ini menebarkan aura kejengkelan yang pada gilirannya berujung pada ketidaknyamanan bagi yang dilayani.
Awalnya saya juga merasa tidak nyaman dalam situasi seperti itu, namun kemudian karena terlalu sering bertemu dengan tipe pekerja seperti ini, saya mulai bertanya-tanya dalam hati, mengapa ada pekerja yang demikian?
Lalu sampailah saya pada asumsi bahwa mungkin tugas-tugas mereka yang menyebabkan sikap kerja yang demikian. Bayangkan jika sepanjang hari tugasnya hanya membubuhkan stempel pada kertas dokumen, atau membuka dan menutup pintu, atau melakukan wawancara dengan pertanyaan yang itu-itu saja kepada puluhan bahkan ratusan orang setiap hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Seperti robot.
Bisa dipahami jika mereka kemudian menjadi jemu, mungkin tanpa mereka sadari dan inginkan. Menunggu mutasi yang tak kunjung tiba. Saya mulai berempati kepada para pekerja tipe ini.
Memang pekerjaan di samping memberikan penghasilan, juga bisa untuk mengaktualisasi dan mengembangkan bakat dan kreativitas kita. Bisa pula memberi pengaruh kepada masyarakat di sekitar kita, bahkan dunia. Memungkinkan kita membina relasi dan bekerja sama dengan orang lain.
Tetapi sesungguhnya pekerjaan juga bisa membebani. Bagaimana tidak? Tempat kerja dirasakan bukan sebagai tempat bekerja sama, melainkan tempat saling “menjegal” karena menjadi tempat persaingan yang tidak sehat.
Kita juga tidak dapat mengembangkan bakat dan kreativitas, serta mematikan minat kita, jika ada keharusan spesialisasi yang sesuai dengan pengembangan perusahaan.
Sudah begitu, kadang kita juga mempersulit diri sendiri karena memaksa diri melakukan lebih dari yang seharusnya. Kita mengkhawatirkan hal-hal kecil yang tidak perlu, dan tidak mau mendelegasikan tugas yang sebenarnya bisa didelegasikan. Kita juga merasa kesal, bahkan marah ketika pekerjaan yang kita lakukan tidak dihargai dengan imbalan yang memadai.
Jika pekerjaan terasa berat dan membebani, cobalah lakukan kiat menurut Corinne Updegraff Wells ini. Pertama-tama, pastikan kita tahu mengapa kita melakukan pekerjaan itu. Kemudian, pikirkan cara-cara menyelesaikan pekerjaan itu. Akhirnya, bagilah pekerjaan itu menjadi tugas-tugas yang lebih kecil. Kerjakan hanya satu bagian pada setiap kesempatan, jangan sekaligus.
Di atas semua itu, menurut Charles Ringma, yang terpenting adalah kita harus membawa roh yang tenang ke tempat kerja, roh yang damai dengan Tuhan, nyaman dengan diri sendiri, dan mau melayani orang lain.
Dengan demikian kita tidak hanya sekadar tidak jemu, melainkan menebarkan semangat dan kegembiraan di tempat kerja. Hati yang gembira membuat muka berseri-seri. —Liana Poedjihastuti
Apakah aku melakukan tugas-tugasku dengan gembira ataukah aku merasa jemu?
* * *
Sumber: KristusHidup.com, 3/9/12 (diedit sedikit)
==========