Seorang buta dan seorang juling sedang bertengkar. "Ayo kita berkelahi di lapangan, siapa menang, dia yang benar," kata si buta. Si juling menjawab, "Siapa takut?"
Ketika mereka sampai di lapangan, si buta berteriak, "Hei pengecut, jangan sembunyi di tempat gelap, hadapi aku." Tapi si juling segera menyahut, "Kau yang pengecut, kenapa kau membawa teman? Kalau kau lelaki sejati, majulah satu lawan satu."
Padahal, tidak ada orang lain kecuali mereka berdua. Si buta menganggap si juling bersembunyi, sedang si juling melihat seolah-olah ada dua lawan di hadapannya, padahal tidak.
Dalam kehidupan, kita bisa mengalami dan menyaksikan hal konyol semacam ini. Orang munafik bisa selalu menemukan kelemahan dan ketidakberesan orang lain. Sedangkan kesalahan dan kedegilan hatinya sendiri yang lebih besar tak mampu dikenalinya.
Kita akan merasa tidak nyaman jika dekat dengan orang seperti ini. Sebab ia bisa menemukan hal-hal yang dianggapnya tidak beres, tetapi ia tidak mampu dan tidak mau mengakui kelemahannya sendiri.
Bagaimana menghadapi orang seperti ini? Apakah dengan menjauhinya, sebab mengurus orang seperti ini hanya menguras energi?
Stop, jangan tergesa bertindak demikian. Sebab, jangan-jangan kita sendiri orang munafik itu. Sebuah nasihat mengingatkan: "Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan serpihan kayu itu dari mata saudaramu."
Artinya, setelah memeriksa diri sendiri, barulah kita dimampukan menolong orang lain yang punya kesalahan, sebagai saudara. Caranya? Dengan kasih, dan tidak menghakimi. —SST
Periksa diri sendiri sebelum menghakimi. Itu yang menolong kita untuk dapat selalu mengasihi.
* * *
Sumber: e-RH, 11/5/2011 (diedit seperlunya)
Judul asli: Balok di Matamu
==========