Tidak sedikit orang yang takut menjadi tua. Mereka menempuh berbagai cara untuk menundanya, mulai dari minum jamu tradisional sampai menjalani operasi plastik.
Menjadi tua diidentikkan dengan kelemahan dan keterbatasan, masa yang tidak produktif. Orang tua juga dapat dilanda perasaan tidak dibutuhkan lagi. Masa tua menjadi bayangan yang menggentarkan.
Pemazmur juga mengalami ketakutan itu. Ia pun memohon agar Tuhan tidak membuang dan meninggalkannya. Ia khawatir hidupnya menjadi hampa jika Tuhan tidak lagi peduli kepadanya. Ia menantikan pertolongan dan perlindungan Tuhan dari musuh dan tantangan hidup yang muncul pada masa tuanya.
Ya, tantangan hidup pada masa tua bisa jadi semakin kompleks, bukannya semakin mudah. Betapa menggentarkan jika kita harus menghadapinya seorang diri. Syukurlah, pemazmur mendapati bahwa Allah setia menyertainya sampai masa putih rambutnya (Mazmur 71).
Tentunya ada di antara kita yang tengah bergumul seperti itu. Kita cemas menyongsong masa tua. Obat penawar yang paling ampuh adalah dengan memandang kepada Tuhan: bahwa Dia senantiasa menyertai kita.
Dari situ kita dapat belajar melihat sisi indah masa tua. Oleh penyertaan-Nya, kita dapat terus berbuah dan berkarya bagi kerajaan-Nya, dengan cara yang berbeda, dengan cara yang unik, yang tidak dapat ditawarkan oleh mereka yang lebih muda.
Bukankah telah banyak pengalaman dan hikmat yang Tuhan singkapkan kepada kita, yang dapat kita bagikan kepada generasi berikutnya?
Allah adalah Allah yang kekal. Apa sulitnya Dia menyertai kita sepanjang hayat?
* * *
Penulis: Intan Grace | e-RH, 22/5/2013
(diedit seperlunya)
==========
22 Mei 2013
16 Mei 2013
Mengapa atau Siapa
Ketika sesuatu berjalan tak seperti yang diharapkan, semuanya menjadi salah, atau terjadi kegagalan, maka kecenderungan alami manusia adalah mencari seseorang yang bisa disalahkan.
Bahkan sejak dari Taman Eden. Ketika dosa terjadi, Adam menyalahkan Hawa. Hawa menyalahkan ular.
Apabila seseorang gagal menyelesaikan pekerjaan sesuai batas waktu yang ditetapkan, apa yang biasanya ia lakukan? Secara refleks ia akan menudingkan jarinya ke orang lain. Atau, kalau tidak ada orang lain, ia akan menudingkan jarinya pada situasi yang di luar kekuasaannya.
Kita akan lebih cepat berkembang apabila tak punya kebiasaan melimpahkan kesalahan kepada orang lain.
Ketika Anda gagal, pikirkan MENGAPA Anda gagal, bukan SIAPA yang salah. Pandang situasi dengan objektif supaya lain kali kita bisa lebih baik.
Bob Biehl menganjurkan daftar pertanyaan untuk membantu menganalisis kegagalan: 1. Pelajaran apa yang saya petik?; 2. Apakah saya berterima kasih atas pengalaman ini?; 3. Siapa lagi yang telah gagal seperti ini sebelumnya, dan bagaimana orang itu bisa menolong saya?; 4. Apakah saya gagal karena seseorang, karena situasi, atau karena diri sendiri?; 5. Apa saya benar-benar gagal, atau saya mengejar standar yang terlalu tinggi?
Orang yang menyalahkan orang lain atas kegagalan mereka takkan pernah mengatasinya.
Untuk mencapai potensi dan karakter yang diinginkan Tuhan, kita harus terus memperbaiki diri. Kita tak dapat melakukannya jika tidak mengambil tanggung jawab atas perbuatan kita dan belajar dari kesalahan.
Bukankah Tuhan tak pernah menolak mengampuni saat kita bersalah? Mengapa kita tidak berani mengaku dengan jujur?
Saat Anda berbuat kesalahan dan gagal, tanyakan mengapa, bukan siapa.
* * *
Penulis: PK | e-RH, 5/10/2011
(diedit seperlunya)
==========
Bahkan sejak dari Taman Eden. Ketika dosa terjadi, Adam menyalahkan Hawa. Hawa menyalahkan ular.
Apabila seseorang gagal menyelesaikan pekerjaan sesuai batas waktu yang ditetapkan, apa yang biasanya ia lakukan? Secara refleks ia akan menudingkan jarinya ke orang lain. Atau, kalau tidak ada orang lain, ia akan menudingkan jarinya pada situasi yang di luar kekuasaannya.
Kita akan lebih cepat berkembang apabila tak punya kebiasaan melimpahkan kesalahan kepada orang lain.
Ketika Anda gagal, pikirkan MENGAPA Anda gagal, bukan SIAPA yang salah. Pandang situasi dengan objektif supaya lain kali kita bisa lebih baik.
Bob Biehl menganjurkan daftar pertanyaan untuk membantu menganalisis kegagalan: 1. Pelajaran apa yang saya petik?; 2. Apakah saya berterima kasih atas pengalaman ini?; 3. Siapa lagi yang telah gagal seperti ini sebelumnya, dan bagaimana orang itu bisa menolong saya?; 4. Apakah saya gagal karena seseorang, karena situasi, atau karena diri sendiri?; 5. Apa saya benar-benar gagal, atau saya mengejar standar yang terlalu tinggi?
Orang yang menyalahkan orang lain atas kegagalan mereka takkan pernah mengatasinya.
Untuk mencapai potensi dan karakter yang diinginkan Tuhan, kita harus terus memperbaiki diri. Kita tak dapat melakukannya jika tidak mengambil tanggung jawab atas perbuatan kita dan belajar dari kesalahan.
Bukankah Tuhan tak pernah menolak mengampuni saat kita bersalah? Mengapa kita tidak berani mengaku dengan jujur?
Saat Anda berbuat kesalahan dan gagal, tanyakan mengapa, bukan siapa.
* * *
Penulis: PK | e-RH, 5/10/2011
(diedit seperlunya)
==========
12 Mei 2013
Wes Moore
Pada Desember 2000, surat kabar Baltimore Sun memuat berita tentang Wes Moore, siswa teladan penerima beasiswa Rhodes.
Uniknya, dalam koran yang sama, termuat pula berita lain tentang anak-anak muda yang menjadi buronan karena membunuh polisi. Dan, salah satu pemuda pembunuh itu juga bernama Wes Moore; sama namanya, tetapi beda orangnya.
Kini Wes Moore yang pertama terus berprestasi di masyarakat dan menjadi pemimpin bisnis yang berhasil. Tragisnya, Wes Moore yang kedua kini menjalani hukuman seumur hidup karena kejahatannya.
Nama dua orang ini persis sama. Mereka berasal dari kota yang sama, lingkungan yang sama kerasnya, dan sama-sama kehilangan ayah sejak kecil.
Dua kehidupan yang sangat mirip ketika muda, tetapi bisa sangat berbeda di masa depan. Ini karena keluarga Wes Moore yang pertama berusaha memilihkan "jalan kehidupan" baginya.
Kakek neneknya merelakan rumah mereka dijual agar Moore dapat disekolahkan di sekolah militer yang mengasah karakter dan kepribadiannya.
Tragedi dalam kehidupan bisa terjadi ketika orang mengabaikan hikmat dari Tuhan tentang bagaimana menjalani hidup. Yakni ketika orang "berpaling dan tidak mau mendengar" Tuhan, bahkan "mau disesatkan" untuk mengikut jalan yang di luar kehendak Tuhan.
Dalam hidup ini ada dua pilihan besar yang harus diputuskan: kehidupan dan keberuntungan, atau kematian dan kecelakaan (Ulangan 30:15).
Orang yang memilih untuk mengasihi Tuhan dan hidup menurut jalan-Nya, sudah jelas masa depannya: "supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu" (Ulangan 30:19). Mari memilih jalan kehidupan! —AW
Hidup manusia tidak bergantung pada nasib, tetapi pada pilihannya untuk berpaut kepada Tuhan atau tidak.
* * *
Sumber: e-RH, 27/9/2011
(diedit seperlunya)
==========
Uniknya, dalam koran yang sama, termuat pula berita lain tentang anak-anak muda yang menjadi buronan karena membunuh polisi. Dan, salah satu pemuda pembunuh itu juga bernama Wes Moore; sama namanya, tetapi beda orangnya.
Kini Wes Moore yang pertama terus berprestasi di masyarakat dan menjadi pemimpin bisnis yang berhasil. Tragisnya, Wes Moore yang kedua kini menjalani hukuman seumur hidup karena kejahatannya.
Nama dua orang ini persis sama. Mereka berasal dari kota yang sama, lingkungan yang sama kerasnya, dan sama-sama kehilangan ayah sejak kecil.
Wes Moore yang pertama (kiri), dan Wes Moore yang kedua (kanan, dipotret di penjara). |
Dua kehidupan yang sangat mirip ketika muda, tetapi bisa sangat berbeda di masa depan. Ini karena keluarga Wes Moore yang pertama berusaha memilihkan "jalan kehidupan" baginya.
Kakek neneknya merelakan rumah mereka dijual agar Moore dapat disekolahkan di sekolah militer yang mengasah karakter dan kepribadiannya.
Tragedi dalam kehidupan bisa terjadi ketika orang mengabaikan hikmat dari Tuhan tentang bagaimana menjalani hidup. Yakni ketika orang "berpaling dan tidak mau mendengar" Tuhan, bahkan "mau disesatkan" untuk mengikut jalan yang di luar kehendak Tuhan.
Dalam hidup ini ada dua pilihan besar yang harus diputuskan: kehidupan dan keberuntungan, atau kematian dan kecelakaan (Ulangan 30:15).
Orang yang memilih untuk mengasihi Tuhan dan hidup menurut jalan-Nya, sudah jelas masa depannya: "supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu" (Ulangan 30:19). Mari memilih jalan kehidupan! —AW
Hidup manusia tidak bergantung pada nasib, tetapi pada pilihannya untuk berpaut kepada Tuhan atau tidak.
* * *
Sumber: e-RH, 27/9/2011
(diedit seperlunya)
==========
08 Mei 2013
Jangan Gegabah
Pada tahun 1930-an, untuk mengatasi wabah kumbang perusak tanaman tebu di Australia, pemerintah setempat dengan gegabah mengimpor sejenis katak khas Amerika Latin tanpa memikirkan dampak lingkungannya.
Keputusan ini ternyata bukan hanya gagal menyelesaikan masalah yang dihadapi, malah kemudian menjadi masalah besar bagi Australia hingga saat ini. Sebab, katak-katak ini berkembang biak tanpa bisa dikontrol dan mengganggu keseimbangan ekosistem di sana.
Keputusan yang gegabah cenderung menimbulkan masalah yang tidak perlu. Hal serupa juga pernah terjadi pada bangsa Israel dalam masa pemerintahan Raja Saul (1 Samuel 14:24-35).
Saat itu bangsa Israel sedang berperang melawan orang Filistin. Dalam keadaan terdesak, Saul memaksa semua orang berpuasa. Ini tentu keputusan yang aneh, sebab bagaimana bangsa itu bisa berperang dengan tangguh jika mereka lapar dan haus?
Selanjutnya, meski Tuhan memberi kemenangan, akibat rasa lapar yang diderita orang Israel karena titah Saul, mereka merayakan kemenangan dengan cara yang tidak pantas (ayat 32). Tindakan gegabah ini akhirnya menjadi salah satu catatan buruk dalam sejarah pemerintahan Raja Saul.
Setiap kali kita hendak berkata-kata, bertindak, apalagi mengambil keputusan, ambillah waktu untuk memikirkan dan mempertimbangkan dengan matang.
Pikirkan tujuan dan akibat tindakan tersebut, dampaknya bagi diri kita sendiri, orang lain, masyarakat, khususnya bagi Tuhan. Dengan demikian, akan ada banyak masalah, kesulitan, dan tragedi yang bisa kita hindarkan.
Berpikirlah sebelum bertindak, sebab gegabah hanya mendatangkan musibah.
* * *
Penulis: ALS | e-RH, 21/9/2011
(diedit seperlunya)
==========
Keputusan ini ternyata bukan hanya gagal menyelesaikan masalah yang dihadapi, malah kemudian menjadi masalah besar bagi Australia hingga saat ini. Sebab, katak-katak ini berkembang biak tanpa bisa dikontrol dan mengganggu keseimbangan ekosistem di sana.
Keputusan yang gegabah cenderung menimbulkan masalah yang tidak perlu. Hal serupa juga pernah terjadi pada bangsa Israel dalam masa pemerintahan Raja Saul (1 Samuel 14:24-35).
Saat itu bangsa Israel sedang berperang melawan orang Filistin. Dalam keadaan terdesak, Saul memaksa semua orang berpuasa. Ini tentu keputusan yang aneh, sebab bagaimana bangsa itu bisa berperang dengan tangguh jika mereka lapar dan haus?
Raja Saul |
Selanjutnya, meski Tuhan memberi kemenangan, akibat rasa lapar yang diderita orang Israel karena titah Saul, mereka merayakan kemenangan dengan cara yang tidak pantas (ayat 32). Tindakan gegabah ini akhirnya menjadi salah satu catatan buruk dalam sejarah pemerintahan Raja Saul.
Setiap kali kita hendak berkata-kata, bertindak, apalagi mengambil keputusan, ambillah waktu untuk memikirkan dan mempertimbangkan dengan matang.
Pikirkan tujuan dan akibat tindakan tersebut, dampaknya bagi diri kita sendiri, orang lain, masyarakat, khususnya bagi Tuhan. Dengan demikian, akan ada banyak masalah, kesulitan, dan tragedi yang bisa kita hindarkan.
Berpikirlah sebelum bertindak, sebab gegabah hanya mendatangkan musibah.
* * *
Penulis: ALS | e-RH, 21/9/2011
(diedit seperlunya)
==========
04 Mei 2013
Kesalahan dapat Menjadi Berkat
Saya pernah melakukan sebuah kesalahan fatal: mengisikan solar ke mobil berbahan bakar premium.
Akibat kesalahan tersebut, tangki bensin mobil itu harus dikuras dan dicuci. Sejak pengalaman tak menyenangkan tadi, saya lebih berhati-hati ketika mengisi bahan bakar.
Manusia memang tak luput dari kesalahan, entah itu sepele atau fatal. Kesalahan-kesalahan yang kita lakukan dalam hidup ini bisa mengakibatkan kegagalan, bahkan kehancuran.
Ajaibnya, di tangan Tuhan, keadaan bisa menjadi sangat berbeda. Sebab, apabila Tuhan berkehendak, Dia sanggup mengubah sebuah kesalahan menjadi berkat.
Seperti yang terjadi dalam kehidupan (Nabi) Yunus. Yunus telah bersalah kepada Tuhan saat ia lari dari perintah Tuhan.
Akibatnya, ketika berlayar di tengah samudra, ia dikejar oleh badai gelombang yang menakutkan. Akan tetapi, dalam 'langkah salah' Yunus tersebut, Tuhan sanggup berbuat sesuatu.
Selain memberi teguran kepada Yunus, Tuhan pun membukakan mata para awak kapal, sehingga mereka percaya kepada Tuhan yang benar dan hidup.
Tuhan sanggup mengubah kesalahan menjadi berkat. Bahkan tak hanya untuk kita sendiri, tetapi juga untuk orang lain. Namun demikian, bukan berarti kita boleh seenaknya berbuat kesalahan di hadapan Tuhan.
Justru pada saat-saat demikian, kita mesti mengakui dan menyerahkan segala kesalahan kita kepada Tuhan. Lalu tidak mengulangi kesalahan itu, dan tidak berkubang dalam penyesalan yang berkepanjangan.
Bertindaklah. Ambillah langkah untuk berani hidup benar, sehingga bahkan orang lain pun dapat melihat Tuhan yang bekerja melalui kelemahan-kelemahan kita. —RY
Bawa dan akui kesalahan kita kepada Tuhan, Dia sanggup mengubah kesalahan menjadi berkat.
* * *
Sumber: e-RH, 17/9/2011
(diedit seperlunya)
==========
Akibat kesalahan tersebut, tangki bensin mobil itu harus dikuras dan dicuci. Sejak pengalaman tak menyenangkan tadi, saya lebih berhati-hati ketika mengisi bahan bakar.
Manusia memang tak luput dari kesalahan, entah itu sepele atau fatal. Kesalahan-kesalahan yang kita lakukan dalam hidup ini bisa mengakibatkan kegagalan, bahkan kehancuran.
Ajaibnya, di tangan Tuhan, keadaan bisa menjadi sangat berbeda. Sebab, apabila Tuhan berkehendak, Dia sanggup mengubah sebuah kesalahan menjadi berkat.
Seperti yang terjadi dalam kehidupan (Nabi) Yunus. Yunus telah bersalah kepada Tuhan saat ia lari dari perintah Tuhan.
Akibatnya, ketika berlayar di tengah samudra, ia dikejar oleh badai gelombang yang menakutkan. Akan tetapi, dalam 'langkah salah' Yunus tersebut, Tuhan sanggup berbuat sesuatu.
Selain memberi teguran kepada Yunus, Tuhan pun membukakan mata para awak kapal, sehingga mereka percaya kepada Tuhan yang benar dan hidup.
Tuhan sanggup mengubah kesalahan menjadi berkat. Bahkan tak hanya untuk kita sendiri, tetapi juga untuk orang lain. Namun demikian, bukan berarti kita boleh seenaknya berbuat kesalahan di hadapan Tuhan.
Justru pada saat-saat demikian, kita mesti mengakui dan menyerahkan segala kesalahan kita kepada Tuhan. Lalu tidak mengulangi kesalahan itu, dan tidak berkubang dalam penyesalan yang berkepanjangan.
Bertindaklah. Ambillah langkah untuk berani hidup benar, sehingga bahkan orang lain pun dapat melihat Tuhan yang bekerja melalui kelemahan-kelemahan kita. —RY
Bawa dan akui kesalahan kita kepada Tuhan, Dia sanggup mengubah kesalahan menjadi berkat.
* * *
Sumber: e-RH, 17/9/2011
(diedit seperlunya)
==========
01 Mei 2013
Bruce Bowen
Bruce Bowen bukanlah atlet basket yang luar biasa seperti Michael Jordan atau Kobe Bryant. Kemampuannya "terbatas" pada menjaga lawan dan membuat tembakan tiga angka dari pinggir lapangan.
Akan tetapi, dengan maksimal ia melakukan kedua hal tersebut, tanpa harus merasa bersalah karena tak dapat melakukan hal-hal lain, apalagi yang di luar kemampuannya.
Hasilnya, ia dikenal sebagai seorang anggota terpenting dari tim San Antonio Spurs yang berhasil memenangi 3 gelar juara liga bola basket Amerika Serikat (NBA) dalam jangka waktu 5 tahun (2002-2007).
Di dunia ini memang ada orang-orang sangat berbakat yang diberi lima talenta oleh Tuhan. Kepada mereka, Tuhan berharap agar mereka melipatgandakan talentanya secara sepadan.
Sementara itu ada orang-orang lain yang dianugerahi kemampuan yang lebih terbatas, yang hanya menerima dua atau satu talenta saja. Harapan Tuhan atas mereka pun sebenarnya sama; mengelolanya sebertanggung jawab mungkin agar setiap pribadi memberi yang terbaik dari dirinya.
Sebab itu, berapa saja talenta yang Tuhan anugerahkan kepada kita, tidak menjadi soal. Yang penting kita tidak hanya berpuas diri karena memilikinya, tetapi bersedia memberi diri untuk mengelolanya dengan tekun. Mengerjakannya dengan setia sehingga meneguhkan karya Tuhan dalam hidup kita serta memuliakan kebesaran-Nya.
Bahkan sekalipun kita hanya memiliki satu talenta, tetapi apabila dikelola dengan kerajinan dan kesungguhan hati, akan mendatangkan berkat besar bagi diri sendiri maupun sesama. Dan, tentunya menyenangkan hati Tuhan. —ALS
Tuhan tidak meminta kita melakukan apa yang kita tidak bisa, tetapi melakukan apa yang kita bisa dengan setia.
* * *
Sumber: e-RH, 6/9/2011
(diedit seperlunya)
==========
Akan tetapi, dengan maksimal ia melakukan kedua hal tersebut, tanpa harus merasa bersalah karena tak dapat melakukan hal-hal lain, apalagi yang di luar kemampuannya.
Hasilnya, ia dikenal sebagai seorang anggota terpenting dari tim San Antonio Spurs yang berhasil memenangi 3 gelar juara liga bola basket Amerika Serikat (NBA) dalam jangka waktu 5 tahun (2002-2007).
Bruce Bowen |
Di dunia ini memang ada orang-orang sangat berbakat yang diberi lima talenta oleh Tuhan. Kepada mereka, Tuhan berharap agar mereka melipatgandakan talentanya secara sepadan.
Sementara itu ada orang-orang lain yang dianugerahi kemampuan yang lebih terbatas, yang hanya menerima dua atau satu talenta saja. Harapan Tuhan atas mereka pun sebenarnya sama; mengelolanya sebertanggung jawab mungkin agar setiap pribadi memberi yang terbaik dari dirinya.
Sebab itu, berapa saja talenta yang Tuhan anugerahkan kepada kita, tidak menjadi soal. Yang penting kita tidak hanya berpuas diri karena memilikinya, tetapi bersedia memberi diri untuk mengelolanya dengan tekun. Mengerjakannya dengan setia sehingga meneguhkan karya Tuhan dalam hidup kita serta memuliakan kebesaran-Nya.
Bahkan sekalipun kita hanya memiliki satu talenta, tetapi apabila dikelola dengan kerajinan dan kesungguhan hati, akan mendatangkan berkat besar bagi diri sendiri maupun sesama. Dan, tentunya menyenangkan hati Tuhan. —ALS
Tuhan tidak meminta kita melakukan apa yang kita tidak bisa, tetapi melakukan apa yang kita bisa dengan setia.
* * *
Sumber: e-RH, 6/9/2011
(diedit seperlunya)
==========
Langganan:
Postingan (Atom)