Konon ada suku Indian yang memiliki tradisi menggelar kompetisi menjadi “Sang Sempurna”.
Hari itu, saat fajar merekah, ada tiga pemuda bertubuh tegap, kekar, dan cerdas siap berlomba. Mereka ditantang mendaki gunung-gunung, setinggi yang bisa mereka jelajahi, sejauh yang sanggup mereka jalani. Ketiga pemuda itu harus menjelajah dan mendaki gunung tanpa alat bantu, dan hanya boleh membawa bekal sekantong madu.
Pemuda pertama telah pulang sore hari, ia membawa ranting pinus, bukti ia sudah mendaki gunung yang tinggi. Hari pun berganti, menjelang pagi pemuda kedua datang membawa sepotong cadas keras, bukti bahwa ia sudah mendaki gunung tertinggi.
Hari kembali larut dalam kesunyian malam, pemuda ketiga belum juga datang. Sehari kemudian dari kejauhan tampak pemuda itu berjalan tertatih-tatih. Ia tidak membawa apa pun, tidak membawa ranting pinus ataupun cadas keras.
“Tetua, aku sudah mendaki gunung yang sangat tinggi, tempat di mana aku tidak menemukan pohon maupun semak belukar. Aku tidak melihat bunga-bunga tumbuh di sana, aku hanya menemukan batu karang dan tanah kering,” lapor pemuda itu kepada kepala suku.
Lalu dengan nada bangga ia berkata, “Tetapi aku telah melihat lautan luas yang menyatu dengan langit. Di malam hari aku melihat rembulan begitu dekat dengan wajahku. Aku menyentuh rembulan. Aku juga dikelilingi bintang-bintang...!”
Kepala suku sangat bahagia, katanya, “Anakku, engkau sudah merasakan berat dan kerasnya berjuang menjadi sempurna, dan ketika engkau tidak lagi peduli untuk membawa bukti kesempurnaan, itu menandakan bahwa engkau tidak lagi butuh pengakuan karena engkau telah menyatu dengan kehidupan yang sempurna.”
Tuhan pun mau Anda dan saya sempurna. Kita sempurna di hadapan Tuhan, bukan di mata manusia. Kita sempurna bukan karena ingin membuktikan bahwa kita sempurna, melainkan sempurna menurut pandangan Tuhan.
Tidak untuk mencari pengakuan sebagai manusia yang paling hebat atau orang saleh nomor satu. Namun kita adalah umat Tuhan yang memiliki kasih seluas lautan untuk menjadi garam dan terang dunia.
Itulah “Sang Sempurna” yang Tuhan mau, yakni orang percaya yang mengasihi kawan maupun lawan, sekutu maupun seteru.
“Sang Sempurna” dapat mengasihi semua orang, seperti Tuhan yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik, dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. —Agus Santosa
Berikanlah yang terbaik yang Anda miliki kepada Yang Tertinggi yang Anda ketahui — dan kerjakanlah itu sekarang! ~Ralph Sockman
* * *
Sumber: KristusHidup.com, 30/8/12 (diedit seperlunya)
==========
30 Agustus 2012
26 Agustus 2012
Mozart pun Berlatih!
Siapa yang tidak kagum dengan Wolfgang Amadeus Mozart? Genius dari Austria yang pada usia enam tahun sudah tur keliling Eropa untuk bermain biola dan piano di depan para bangsawan. Namun, tak banyak yang tahu bahwa kehebatan bermusiknya ialah buah dari rangkaian latihan yang tekun.
Dalam bukunya Genius Explained, Michael Howe, psikolog dari Universitas Exeter, menemukan bahwa Mozart sudah menghabiskan waktu sedikitnya 3.500 jam untuk berlatih sebelum usianya yang keenam.
Kita kerap kali meremehkan kekuatan dari disiplin berlatih dalam berbagai kegiatan kita.
Pada zaman Salomo (Nabi Sulaiman), para pelayan musik di rumah Tuhan adalah orang-orang yang terpilih. Mereka adalah para ahli seni yang pandai dan mahir bernyanyi serta memainkan alat musik. Akan tetapi, mereka pun mementingkan latihan — sebab nyanyian mereka ditujukan kepada Tuhan.
Predikat mereka sebagai ahli seni bukanlah dalih untuk tidak berlatih. Sebaliknya, karena mereka ahli seni, maka mereka menyadari pentingnya latihan.
Apa yang sedang Tuhan percayakan kepada kita saat ini? Mari kerjakan dengan kesadaran penuh untuk terus mengasah diri setiap hari.
Agar dapat menjadi pelayan-pelayan Tuhan yang andal di mana pun dan dalam bidang apa pun, kita perlu melatih kemampuan yang sudah Dia berikan dengan serius dan setia, tidak hanya mengandalkan semangat dan bakat belaka.
Rencanakan dengan sengaja dan sediakan waktu untuk meningkatkan wawasan, serta melatih keterampilan, secara efektif dan terus-menerus, tidak hanya saat ada waktu luang sisa atau selagi mood.
Pelayanan kita dalam berbagai bidang adalah bagi Tuhan, Sang Raja Semesta, yang patut menerima kemampuan terbaik kita. --JIM
Bagi seorang pelayan Tuhan yang sejati, latihan bukanlah imbuhan melainkan kebutuhan.
* * *
Sumber: e-RH, 28/7/12 (diedit seperlunya)
==========
Dalam bukunya Genius Explained, Michael Howe, psikolog dari Universitas Exeter, menemukan bahwa Mozart sudah menghabiskan waktu sedikitnya 3.500 jam untuk berlatih sebelum usianya yang keenam.
Kita kerap kali meremehkan kekuatan dari disiplin berlatih dalam berbagai kegiatan kita.
Pada zaman Salomo (Nabi Sulaiman), para pelayan musik di rumah Tuhan adalah orang-orang yang terpilih. Mereka adalah para ahli seni yang pandai dan mahir bernyanyi serta memainkan alat musik. Akan tetapi, mereka pun mementingkan latihan — sebab nyanyian mereka ditujukan kepada Tuhan.
Predikat mereka sebagai ahli seni bukanlah dalih untuk tidak berlatih. Sebaliknya, karena mereka ahli seni, maka mereka menyadari pentingnya latihan.
Apa yang sedang Tuhan percayakan kepada kita saat ini? Mari kerjakan dengan kesadaran penuh untuk terus mengasah diri setiap hari.
Agar dapat menjadi pelayan-pelayan Tuhan yang andal di mana pun dan dalam bidang apa pun, kita perlu melatih kemampuan yang sudah Dia berikan dengan serius dan setia, tidak hanya mengandalkan semangat dan bakat belaka.
Rencanakan dengan sengaja dan sediakan waktu untuk meningkatkan wawasan, serta melatih keterampilan, secara efektif dan terus-menerus, tidak hanya saat ada waktu luang sisa atau selagi mood.
Pelayanan kita dalam berbagai bidang adalah bagi Tuhan, Sang Raja Semesta, yang patut menerima kemampuan terbaik kita. --JIM
Bagi seorang pelayan Tuhan yang sejati, latihan bukanlah imbuhan melainkan kebutuhan.
* * *
Sumber: e-RH, 28/7/12 (diedit seperlunya)
==========
25 Agustus 2012
Kreativitas
Pujangga Maya Angelo menyatakan, “Anda tidak bisa menghabiskan kreativitas. Semakin Anda menggunakannya, semakin banyaklah ia.”
Sayangnya, terlalu sering kreativitas dirusak daripada dipupuk. Cara berpikir yang baru, persepsi yang baru, sikap mempertanyakan; harus didorong agar bertumbuh. Kreativitas memberikan nilai tambah bagi orang lain.
Seorang penata rambut pernah didatangi seorang artis muda yang akan menghadiri pertemuan selebriti. Artis itu meminta dia untuk menata rambutnya. Saat penata rambut datang di rumah artis, ia sekilas memerhatikan baju dan aksesori yang dikenakan si artis.
Dengan cepat dia mengambil pita dari dalam tasnya lalu dengan hanya menggunakan sikat dan sisir, dalam waktu tiga puluh menit ia selesai menata rambut si artis.
Sang aktris mengagumi tatanan rambutnya seraya berkata, “Wow, cantik sekali saya!” Lalu dia bertanya, “Berapa saya harus membayar Anda?”
Jawab penata rambut itu: ”Dua puluh juta rupiah.” “Wah, kalau dengan harga semahal itu saya tidak mau membayar hanya untuk sehelai pita,” jawab si artis.
Keduanya saling berpandangan sejenak. “Boleh,” jawab penata rambut sambil bergerak melepas pita dari rambut sang artis. Rambut artis itu kembali tak beraturan dan kacau. Sambil melenggang di sampingnya penata rambut itu berkata, “Nih, pitanya cuma-cuma.”
Kreativitas yang dihasilkan oleh pikiran-pikiran yang baik untuk membangun orang-orang di sekeliling kita, memberikan nilai tambah. Kreativitas semacam itu mampu memberi pengaruh bagi orang lain.
Isilah pikiran Anda dengan hal-hal yang bernilai, yang patut dipuji, yakni hal-hal yang benar, yang terhormat, yang adil, murni, manis, dan baik.
Mari kita lengkapi diri kita dengan cara berpikir seperti itu. Mengikuti cara berpikir seperti ini akan memengaruhi kreativitas, yang akan bermanfaat dalam kehidupan kita sehari-hari. —Lydia Ong
Tuhan memberikan kepada kita potensi untuk berpikir kreatif. Kreativitas dapat meningatkan kemampuan Anda.
* * *
Sumber: KristusHidup.com, 25/8/12 (dipersingkat)
==========
Sayangnya, terlalu sering kreativitas dirusak daripada dipupuk. Cara berpikir yang baru, persepsi yang baru, sikap mempertanyakan; harus didorong agar bertumbuh. Kreativitas memberikan nilai tambah bagi orang lain.
Seorang penata rambut pernah didatangi seorang artis muda yang akan menghadiri pertemuan selebriti. Artis itu meminta dia untuk menata rambutnya. Saat penata rambut datang di rumah artis, ia sekilas memerhatikan baju dan aksesori yang dikenakan si artis.
Dengan cepat dia mengambil pita dari dalam tasnya lalu dengan hanya menggunakan sikat dan sisir, dalam waktu tiga puluh menit ia selesai menata rambut si artis.
Sang aktris mengagumi tatanan rambutnya seraya berkata, “Wow, cantik sekali saya!” Lalu dia bertanya, “Berapa saya harus membayar Anda?”
Jawab penata rambut itu: ”Dua puluh juta rupiah.” “Wah, kalau dengan harga semahal itu saya tidak mau membayar hanya untuk sehelai pita,” jawab si artis.
Keduanya saling berpandangan sejenak. “Boleh,” jawab penata rambut sambil bergerak melepas pita dari rambut sang artis. Rambut artis itu kembali tak beraturan dan kacau. Sambil melenggang di sampingnya penata rambut itu berkata, “Nih, pitanya cuma-cuma.”
Kreativitas yang dihasilkan oleh pikiran-pikiran yang baik untuk membangun orang-orang di sekeliling kita, memberikan nilai tambah. Kreativitas semacam itu mampu memberi pengaruh bagi orang lain.
Isilah pikiran Anda dengan hal-hal yang bernilai, yang patut dipuji, yakni hal-hal yang benar, yang terhormat, yang adil, murni, manis, dan baik.
Mari kita lengkapi diri kita dengan cara berpikir seperti itu. Mengikuti cara berpikir seperti ini akan memengaruhi kreativitas, yang akan bermanfaat dalam kehidupan kita sehari-hari. —Lydia Ong
Tuhan memberikan kepada kita potensi untuk berpikir kreatif. Kreativitas dapat meningatkan kemampuan Anda.
* * *
Sumber: KristusHidup.com, 25/8/12 (dipersingkat)
==========
20 Agustus 2012
Tiga Model Bekerja
Arvan Pradiansyah, penulis buku “I Love Monday”, menggambarkan tiga paradigma bekerja. Model pertama adalah melihat pekerjaan sebagai job. Model 2: melihat pekerjaan sebagai career. Model 3: melihat pekerjaan sebagai calling — panggilan atau penugasan Tuhan untuk dilakukan.
Pertanyaan pokoknya, siapa yang mengarahkan kita dalam bekerja? Orang lain atau diri kita sendiri? Ke mana arah yang akan kita capai dalam pekerjaan itu? Kita adalah sutradara yang berhak menentukan ke mana kita akan mengarahkan pekerjaan itu.
Jika pekerjaan ditempatkan sebagai job yang dilakukan, maka kita akan diarahkan oleh orang lain. Kita melakukan segala sesuatu yang diminta oleh pemberi kerja. Ada rasa terpaksa dan perasaan ogah menjalaninya. Apalagi di bawah kontrol plus tekanan dan tuntutan untuk memenuhi target, maka kita akan menjadi pusing menjalaninya.
Dengan tercapainya target itu, kita akan mendapatkan bonus. Dengan bonus dan gaji, Anda akan mendapatkan penghasilan untuk kebutuhan hidup Anda. Bekerja tampak begitu menyiksa di bawah kendali skenario orang lain.
Cara kedua, pekerjaan sebagai career akan membuat kita bersemangat dibandingkan yang pertama. Karena kita adalah sutradara yang merumuskan skenario sukses. Apalagi kalau ada jenjang prestasi plus kumulasi penghargaan dan bonus yang diterima. Karier menanjak dan memberikan nilai tersendiri bagi yang menjalaninya.
Cara ketiga, bekerja adalah melayani orang lain dan menghasilkan manfaat yang nyata. Bukan diri kita yang membuat skenario, tetapi menggabungkan dengan skenario Tuhan. Yang ini akan menghasilkan rasa bahagia. Hasilnya pun akan dirasakan oleh orang lain yang menggunakan jasa kita.
Ada perasaan positif terhadap pekerjaan ketika kita menyatukan badan, pikiran, dan gairah. Cara ketiga ini menciptakan rasa bahagia bagi diri sendiri yang menjalani, dan menghasilkan manfaat bagi orang lain, sehingga memberikan rasa berharga dan bermakna bagi kita. —Pdt. Agus Wiyanto
Lakukan pekerjaan Anda dengan tuntas dan setia.
* * *
Sumber: KristusHidup.com, 20/8/12 (diedit seperlunya)
==========
Pertanyaan pokoknya, siapa yang mengarahkan kita dalam bekerja? Orang lain atau diri kita sendiri? Ke mana arah yang akan kita capai dalam pekerjaan itu? Kita adalah sutradara yang berhak menentukan ke mana kita akan mengarahkan pekerjaan itu.
Jika pekerjaan ditempatkan sebagai job yang dilakukan, maka kita akan diarahkan oleh orang lain. Kita melakukan segala sesuatu yang diminta oleh pemberi kerja. Ada rasa terpaksa dan perasaan ogah menjalaninya. Apalagi di bawah kontrol plus tekanan dan tuntutan untuk memenuhi target, maka kita akan menjadi pusing menjalaninya.
Dengan tercapainya target itu, kita akan mendapatkan bonus. Dengan bonus dan gaji, Anda akan mendapatkan penghasilan untuk kebutuhan hidup Anda. Bekerja tampak begitu menyiksa di bawah kendali skenario orang lain.
Cara kedua, pekerjaan sebagai career akan membuat kita bersemangat dibandingkan yang pertama. Karena kita adalah sutradara yang merumuskan skenario sukses. Apalagi kalau ada jenjang prestasi plus kumulasi penghargaan dan bonus yang diterima. Karier menanjak dan memberikan nilai tersendiri bagi yang menjalaninya.
Cara ketiga, bekerja adalah melayani orang lain dan menghasilkan manfaat yang nyata. Bukan diri kita yang membuat skenario, tetapi menggabungkan dengan skenario Tuhan. Yang ini akan menghasilkan rasa bahagia. Hasilnya pun akan dirasakan oleh orang lain yang menggunakan jasa kita.
Ada perasaan positif terhadap pekerjaan ketika kita menyatukan badan, pikiran, dan gairah. Cara ketiga ini menciptakan rasa bahagia bagi diri sendiri yang menjalani, dan menghasilkan manfaat bagi orang lain, sehingga memberikan rasa berharga dan bermakna bagi kita. —Pdt. Agus Wiyanto
Lakukan pekerjaan Anda dengan tuntas dan setia.
* * *
Sumber: KristusHidup.com, 20/8/12 (diedit seperlunya)
==========
13 Agustus 2012
Menjadi yang Terbaik
Hidup adalah untaian perubahan. Bahkan sepanjang siklus hidup manusia, selalu ditandai dengan perubahan demi perubahan. Perubahan yang satu usai, disusul dengan perubahan lain.
Penambahan usia disertai perubahan fisik, pertumbuhan kematangan cara berpikir dan kedewasaan seseorang. Ada perubahan alamiah, sesuai dengan siklus “hukum alam”: bayi - kanak-kanak - remaja - dewasa - lanjut usia.
Ada pula perubahan yang direncanakan oleh manusia supaya menjadi semakin baik, semakin sempurna, semakin memberikan pengaruh positif kepada orang lain di sekitarnya.
Menjadi yang baik perlu usaha dan kerja keras. Teruslah menambah wawasan pengetahuan, keterampilan, kompetensi dalam bidang Anda.
Kembangkanlah wawasan pemikiran. Sekaligus tajamkan hati nurani Anda untuk melahirkan kepekaan dan rasa belas kasihan kepada orang lain di sekitar Anda, serta kembangkan perilaku dan sikap.
Pandukanlah otak, hati, dan perilaku sesuai dengan firman Tuhan.
Perubahan selalu memiliki dua sisi: positif dan negatif. Ada tantangan yang mengasyikkan dan ada pula rintangan yang harus diatasi.
Buanglah ungkapan: saya “sekadar” mahasiswa, sekadar dosen, sekadar pegawai, sekadar manajer, sekadar arsitek. Karena ungkapan itu hanya akan menempatkan Anda sebagai pelengkap, di tengah aneka peran yang dimainkan orang lain. Anda pun hanya puas menjalani tugas itu tanpa gairah jika Anda berkata “aku hanya ...”
Menakjubkan bahwa seorang tukang becak di Yogyakarta dapat menyekolahkan anaknya di Universitas Gajah Mada hingga lulus menjadi dokter. Apa rahasianya? Dibandingkan dengan tukang becak lainnya, ia bukan hanya tukang becak biasa. Ia punya pikiran dan wawasan yang jauh melampaui rekan-rekannya. —Pdt. Agus Wiyanto
Mari menjadi yang terbaik.
* * *
Sumber: KristusHidup.com, 13/8/12 (diedit seperlunya)
Judul asli: Menjadi yang Baik
==========
Penambahan usia disertai perubahan fisik, pertumbuhan kematangan cara berpikir dan kedewasaan seseorang. Ada perubahan alamiah, sesuai dengan siklus “hukum alam”: bayi - kanak-kanak - remaja - dewasa - lanjut usia.
Ada pula perubahan yang direncanakan oleh manusia supaya menjadi semakin baik, semakin sempurna, semakin memberikan pengaruh positif kepada orang lain di sekitarnya.
Menjadi yang baik perlu usaha dan kerja keras. Teruslah menambah wawasan pengetahuan, keterampilan, kompetensi dalam bidang Anda.
Kembangkanlah wawasan pemikiran. Sekaligus tajamkan hati nurani Anda untuk melahirkan kepekaan dan rasa belas kasihan kepada orang lain di sekitar Anda, serta kembangkan perilaku dan sikap.
Pandukanlah otak, hati, dan perilaku sesuai dengan firman Tuhan.
Perubahan selalu memiliki dua sisi: positif dan negatif. Ada tantangan yang mengasyikkan dan ada pula rintangan yang harus diatasi.
Buanglah ungkapan: saya “sekadar” mahasiswa, sekadar dosen, sekadar pegawai, sekadar manajer, sekadar arsitek. Karena ungkapan itu hanya akan menempatkan Anda sebagai pelengkap, di tengah aneka peran yang dimainkan orang lain. Anda pun hanya puas menjalani tugas itu tanpa gairah jika Anda berkata “aku hanya ...”
Menakjubkan bahwa seorang tukang becak di Yogyakarta dapat menyekolahkan anaknya di Universitas Gajah Mada hingga lulus menjadi dokter. Apa rahasianya? Dibandingkan dengan tukang becak lainnya, ia bukan hanya tukang becak biasa. Ia punya pikiran dan wawasan yang jauh melampaui rekan-rekannya. —Pdt. Agus Wiyanto
Mari menjadi yang terbaik.
* * *
Sumber: KristusHidup.com, 13/8/12 (diedit seperlunya)
Judul asli: Menjadi yang Baik
==========
Langganan:
Postingan (Atom)