Seorang pemuda mendatangi kediaman kakek yang dikenal sangat bijak. Sang kakek tinggal di lereng gunung, di gubuknya yang sederhana.
Meskipun sang kakek memiliki banyak tanah dan harta, tetapi ia memilih untuk tinggal di gubuk sederhana. Penampilannya pun sangat sederhana dengan baju dan celana yang juga sederhana.
Karena penasaran anak muda itu bertanya, “Kakek, saya tidak habis pikir mengapa kakek memilih untuk berpenampilan seperti ini. Padahal di zaman sekarang, orang berlomba-lomba untuk memiliki penampilan yang baik.”
Sambil tersenyum, sang kakek melepaskan cincin yang melingkar di jarinya dan menyerahkannya kepada si pemuda.
“Bawalah cincin ini ke pasar dan juallah dengan harga satu keping emas,” kata sang kakek.
“Aduh Kek, bagaimana mungkin orang mau membeli cincin ini dengan satu keping emas? Cincin ini kelihatannya tidak berharga,” kata si pemuda.
“Cobalah tawarkan kepada yang lain,” jawab sang kakek.
Sambil mengantongi cincin tersebut, si anak muda bergegas ke pasar. Ia menawarkan cincin itu kepada penjual ikan, pedagang sayur, dan para pedagang buah. Tetapi mereka hanya menertawakannya seraya berkata, “Tak akan ada orang yang mau membeli cincin jelek ini dengan satu keping emas.”
Maka pulanglah pemuda itu menemui sang kakek. “Benar kan Kek, tidak ada orang yang mau membeli cincin ini dengan satu keping emas,” katanya.
“Kepada siapa engkau menawarkannya?” tanya sang kakek.
“Penjual ikan, penjual sayur, dan penjual buah,” jawab si pemuda.
“Sekarang, pergilah tawarkan cincin ini ke toko emas di pusat kota. Kau tidak perlu membuka harga,” perintah si kakek.
Pemuda itu pun segera berangkat. Tak lama berselang, ia pulang menemui si kakek.
“Kek, ternyata orang-orang di pasar tidak tahu menilai barang yang mahal. Pemilik toko emas yang kudatangi memberi harga sepuluh keping emas untuk cincin ini,” katanya.
“Sekarang pertanyaanmu terjawab sudah,” ujar sang kakek.
Kita tidak bisa menilai seseorang dari pakaiannya. Hanya pedagang ikan, sayur, dan buah yang memiliki penilaian demikian, tetapi pedagang emas tidak.
Oleh karena itu, jangan pernah menilai orang berdasarkan penampilan fisik mereka, karena itu adalah filosofi dunia. Jangan pula menentukan nilai diri anda berdasarkan mewahnya tempat tinggal, pakaian, dan penampilan fisik anda, karena Tuhan tidak pernah menilai anda berdasarkan itu.
Tuhan melihat kedalaman hati seseorang, Ia melihat sikap hati dan apa yang anda pikirkan. Begitu banyak orang yang memiliki pola penilaian yang salah, baik terhadap sesama maupun terhadap diri sendiri.
Mulai sekarang, marilah menilai segala sesuatu berdasarkan penilaian Tuhan, sehingga anda akan mengejar apa yang bernilai bagi Tuhan dan bukan apa yang bernilai bagi manusia. Dengan demikian, anda akan mendapatkan penghargaan yang layak dari Tuhan.
-----
Kata-kata bijak:
Jangan berusaha agar anda layak di hadapan manusia, karena belum tentu anda layak di hadapan Tuhan.
* * *
Sumber: Manna Sorgawi, 18 Juni 2010 (diedit seperlunya)
Judul asli: Cara Penilaian Tuhan
Di-online-kan oleh Paulus Herlambang.
==========
18 Juni 2010
10 Juni 2010
Kebiasaan Memuji Diri
Untuk membangun keberanian dan rasa percaya diri dibutuhkan self-esteem atau sikap menghargai diri sendiri. Dengan kata lain, self-esteem adalah memandang diri kita berharga dan memiliki keistimewaan.
Namun demikian, self-esteem yang berlebihan menyebabkan seseorang menjadi pribadi yang sombong dan meremehkan orang lain.
Salah satu ciri self-esteem yang terlalu berlebihan adalah kebiasaan memuji diri atas prestasi, karakter, kondisi fisik, dan kebaikan yang sudah dilakukan tanpa ada lagi perasaan risih dan malu.
Dalam kehidupan sehari-hari kita akan menemukan orang-orang yang demikian. Mereka memiliki dorongan yang begitu kuat di dalam dirinya untuk membanggakan diri dan memberitahukan kepada orang lain mengenai kelebihan-kelebihannya.
Sebuah kalimat bijak berkata, “Biarlah orang lain memuji engkau dan bukan mulutmu, orang yang tidak kaukenal dan bukan bibirmu sendiri.” (Amsal 27:2)
Paling tidak ada tiga alasan yang menyebabkan seseorang suka memuji diri sendiri:
Pertama, merasa begitu hebat.
Orang yang suka memuji diri merasa bahwa dia sudah melakukan atau mencapai apa yang orang lain tidak bisa lakukan. Ini tak lain adalah wujud kesombongan. Berhati-hatilah jika kita mulai merasa hebat, karena kesombongan akan berakhir dengan kehancuran.
Kesombongan membuat seseorang tidak bisa menilai sesuatu secara objektif, apalagi di dalam menilai diri sendiri kita memang cenderung untuk memberikan penilaian yang subjektif; bukan lagi berdasarkan kenyataan yang sesungguhnya, tetapi berdasarkan pandangan dan perasaan sendiri.
Ini berbahaya, karena kita tidak tahu keadaan kita yang sesungguhnya. Kita menyangka diri hebat, padahal tidak ada apa-apanya.
Kedua, mencari pengakuan.
Orang yang suka memuji diri sebenarnya menyimpan masalah di dalam dirinya, yaitu perasaan kurang mendapat pengakuan. Oleh karena itu, ia memuji diri dan menceritakan kelebihan-kelebihan dan kesuksesannya, agar diakui.
Sebenarnya pengakuan tidak datang melalui usaha memuji diri dan menceritakan kehebatan kita. Pengakuan itu akan datang dengan sendirinya ketika kita melakukan segala sesuatu dengan tulus disertai kerja keras. Maka, tanpa kita menceritakan apa-apa, pengakuan itu akan datang.
Ketiga, meremehkan orang lain.
Ketika memuji diri, sebenarnya kita sedang mengatakan kepada orang lain, “Lihat saya dong, tidak seperti kamu,” atau “Saya lebih hebat dari kamu,” “Kamu tidak ada apa-apanya.”
Bukankah tidak jarang kita memuji diri sendiri dengan maksud untuk membuat orang lain merasa tidak berarti? Kita menjatuhkan keyakinan diri mereka dengan mengatakan bahwa kita lebih baik dari mereka.
. . .
Memang kita harus memiliki self-esteem, tapi janganlah memuji diri. Anda tahu betapa keji dosa kesombongan yang ada di balik kebiasaan memuji diri.
-----
Kata-kata bijak:
Jika anda ingin orang lain memuji anda, jangan pernah memuji diri sendiri.
* * *
Sumber: Manna Sorgawi, 10 Juni 2010 (diedit seperlunya)
Di-online-kan oleh Paulus Herlambang.
==========
Namun demikian, self-esteem yang berlebihan menyebabkan seseorang menjadi pribadi yang sombong dan meremehkan orang lain.
Salah satu ciri self-esteem yang terlalu berlebihan adalah kebiasaan memuji diri atas prestasi, karakter, kondisi fisik, dan kebaikan yang sudah dilakukan tanpa ada lagi perasaan risih dan malu.
Dalam kehidupan sehari-hari kita akan menemukan orang-orang yang demikian. Mereka memiliki dorongan yang begitu kuat di dalam dirinya untuk membanggakan diri dan memberitahukan kepada orang lain mengenai kelebihan-kelebihannya.
Sebuah kalimat bijak berkata, “Biarlah orang lain memuji engkau dan bukan mulutmu, orang yang tidak kaukenal dan bukan bibirmu sendiri.” (Amsal 27:2)
Paling tidak ada tiga alasan yang menyebabkan seseorang suka memuji diri sendiri:
Pertama, merasa begitu hebat.
Orang yang suka memuji diri merasa bahwa dia sudah melakukan atau mencapai apa yang orang lain tidak bisa lakukan. Ini tak lain adalah wujud kesombongan. Berhati-hatilah jika kita mulai merasa hebat, karena kesombongan akan berakhir dengan kehancuran.
Kesombongan membuat seseorang tidak bisa menilai sesuatu secara objektif, apalagi di dalam menilai diri sendiri kita memang cenderung untuk memberikan penilaian yang subjektif; bukan lagi berdasarkan kenyataan yang sesungguhnya, tetapi berdasarkan pandangan dan perasaan sendiri.
Ini berbahaya, karena kita tidak tahu keadaan kita yang sesungguhnya. Kita menyangka diri hebat, padahal tidak ada apa-apanya.
Kedua, mencari pengakuan.
Orang yang suka memuji diri sebenarnya menyimpan masalah di dalam dirinya, yaitu perasaan kurang mendapat pengakuan. Oleh karena itu, ia memuji diri dan menceritakan kelebihan-kelebihan dan kesuksesannya, agar diakui.
Sebenarnya pengakuan tidak datang melalui usaha memuji diri dan menceritakan kehebatan kita. Pengakuan itu akan datang dengan sendirinya ketika kita melakukan segala sesuatu dengan tulus disertai kerja keras. Maka, tanpa kita menceritakan apa-apa, pengakuan itu akan datang.
Ketiga, meremehkan orang lain.
Ketika memuji diri, sebenarnya kita sedang mengatakan kepada orang lain, “Lihat saya dong, tidak seperti kamu,” atau “Saya lebih hebat dari kamu,” “Kamu tidak ada apa-apanya.”
Bukankah tidak jarang kita memuji diri sendiri dengan maksud untuk membuat orang lain merasa tidak berarti? Kita menjatuhkan keyakinan diri mereka dengan mengatakan bahwa kita lebih baik dari mereka.
. . .
Memang kita harus memiliki self-esteem, tapi janganlah memuji diri. Anda tahu betapa keji dosa kesombongan yang ada di balik kebiasaan memuji diri.
-----
Kata-kata bijak:
Jika anda ingin orang lain memuji anda, jangan pernah memuji diri sendiri.
* * *
Sumber: Manna Sorgawi, 10 Juni 2010 (diedit seperlunya)
Di-online-kan oleh Paulus Herlambang.
==========
Langganan:
Postingan (Atom)