Oleh Samuel Mulia
Terus terang saya merasa sangat nyaman ketika saya bekerja di sebuah majalah kondang. Saya seolah-olah bisa rebahan di dada bidang nama besar itu.
Nama besar perusahaan itu memberi banyak kemudahan. Namun, tanpa saya sadari, karena terlena saya lupa bahwa nama saya menjadi besar karena nama besar perusahaan itu, dan bukan karena saya.
Orang tak lagi mengenal saya sebagai saya sendiri. Selalu saja dikaitkan dengan nama perusahaan itu. Dan kemudian, yang menakutkan adalah ketika datang masanya saya tak bisa lagi memakai nama besar itu di belakang nama saya. Tiba-tiba saya merasa I’m nobody.
Teman saya di Paris bangga sekali kalau ia menjelaskan pekerjaannya di salah satu rumah mode kondang. Saya hanya berpikir, teman saya boleh bangga, dan sesungguhnya saya bangga juga. Tetapi saya berharap ia tak lupa bahwa ia sama sekali bukan apa-apa kalau tak ada nama kondang rumah mode itu yang senantiasa diletakkan di belakang namanya, ketika ia sedang menjelaskan siapa dirinya. Ia bisa saja membuat karya besar, tetapi nama rumah mode itulah yang tetap diingat orang.
Kalau ingin bangga dengan diri sendiri, maka bekerja keraslah untuk itu. Maka, belakangan ini saya mendorong teman-teman saya untuk mulai berpikir memiliki usaha sendiri, apa pun bentuknya dan sekecil apa pun itu.
Komentar mereka yang pertama selalu saja, “Mau usaha apa?" Kalau sudah mendengar komentar itu, saya jadi ingat diri saya sendiri. Karena pertanyaan itu juga yang pertama datang di kepala saya. Mungkin karena saya sudah terbiasa terlena bekerja untuk orang lain, maka saya tak pernah punya waktu untuk melihat kemampuan saya sendiri.
Maka saya bersyukur ketika saya kehilangan pekerjaan untuk orang lain sehingga saya dapat menemukan pekerjaan untuk diri sendiri, dan dengan itu saya memiliki waktu untuk mengenal kemampuan saya.
Dahulu saya tak bisa membuat cash flow, membacanya pun tak bisa. Karena saya mau berusaha sendiri, yaaa… saya mulai belajar dari teman saya. Ternyata main-main dengan pengaturan uang enaknya setengah mati.
Sekarang saya memang sedang susah-susahnya mengejar cita-cita saya. Tetapi harus saya akui, kesusahan itu sama sekali tak ada artinya ketika saya dengan bangga memberikan kartu nama saya tanpa embel-embel nama bank kondang atau majalah kondang. I’m somebody!
Sumber: Kompas, 17 Juni 2007, hlm. 19.